Sebelumnya dokter merujuk pada pengukuran indeks massa tubuh (IMT) untuk mengetahui masa depan kesehatan seseorang. Orang yang nilai IMT-nya lebih dari 23 dianggap memiliki berat badan berlebih (pra-obesitas) dan orang yang IMT-nya lebih dari 25 dianggap obesitas sehingga perlu menurunkan berat badannya.
IMT tersebut bukan hanya menjadi indikator apakah seseorang bertubuh gemuk, normal, atau kurang, tapi bisa menjadi alarm apakah ada kemungkinan kita terkena penyakit diabetes, jantung, stroke, dan sebagainya.
Masalahnya, IMT tidak bisa membedakan apakah yang membuat berat badan seseorang itu lemak atau otot. Biasanya, orang yang melakukan olahraga beban atau bodybuilder tidak bisa diukur dengan IMT karena mereka sudah pasti masuk dalam kategori obesitas. Padahal, di tubuhnya hampir tidak ada lemak.
Skenario paling buruknya, orang yang memiliki prosentasi lemak tinggi tapi massa otot rendah dimasukkan dalam kategori "sehat" atau "normal".
Karena itu IMT sudah tidak lagi menjadi acuan para ahli untuk mengukur risiko kesehatan seseorang. Kini diperkenalkan tes sederhana berupa kekuatan genggaman tangan.
"Kekuatan genggaman tangan mencerminkan kekokohan. Ini bisa menjadi indikator kesehatan secara umum," kata Mark Peterson, profesor kedokteran olahraga.
Tes genggaman tangan juga mudah dilakukan dan murah. Instrumen yang dinamakan handgrip dynamometer tersebut dijual dengan harga sekitar 350 dollar AS.
Cara penggunaannya mudah, pasien menggenggam alat tersebut beberapa kali dengan masing-masing tangan kemudian dokter mencatat skor tertingginya.
Para peneliti telah mempelajari kaitan antara kekuatan, kesehatan, dan usia seseorang. Kekuatan genggaman tangan pada awalnya dipakai untuk mengukur keringkihan orang lanjut usia di panti jompo yang bertujuan melihat lansia yang kurang gizi. Yang paling kuat diasumsikan yang gizinya paling baik.
Tes tersebut juga berguna untuk memprediksi pasien yang akan menjalani operasi, mana yang kira-kira proses pemulihannya paling lama dan beresiko komplikasi. Terkadang, dokter mengaitkan genggaman yang lemah dengan peningkatan risiko kematian.
Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Peterson belum lama ini menunjukkan, anak kelas 6 yang memiliki kekuatan genggaman tangan paling kuat cenderung lebih rendah risikonya terkena penyakit sindrom metabolik.
Studi lainnya yang dilakukan Peterson dilakukan dengan mengumpulkan data tes kekuatan genggaman pada lebih dari 7000 orang Amerika berusia 6-80 tahun. Lalu mereka menyusun peningkatan dan penurunan kekuatan berdasar kelompok usia.
Puncak kekuatan berada di usia 25-35 tahun. Di usia 50, rata-rata kekuatan menurun dibanding saat berusia 20. Di usia 80 tahun, kekuatannya akan sedikit berkurang dibanding orang berusia 14 tahun.
Kekuatan genggaman tangan juga menjadi indikator yang cukup akurat untuk panjang pendeknya usia seseorang. Orang yang kuat cenderung sehat, dan orang yang sehat biasanya kuat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.