Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) dari Rumah Sakit Persahabatan, Purna Irawan mengungkapkan, partikel yang berukuran di bawah 10 mikron mudah terhirup dan masuk ke paru-paru. Namun, jika ukurannya lebih besar biasanya akan menempel di hidung terlebih dahulu.
"Hidung sebenarnya punya bulu rambut yang bergerak membuang kotoran dari partikel itu," terang Purna di RS Persahabatan, Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Sayangnya, dalam kasus kabut asap, terlalu banyak partikel yang bisa masuk ke dalam hidung. Hal ini membuat bulu hidung akan bekerja lebih berat sebagai pelindung atau untuk mencegah partikel masuk ke dalam tubuh.
Untuk menghindari hal itu, Purna pun menyarankan agar masyarakat rutin membersihkan hidung dengan cara menyemprotkan cairan NaCl. "Kalau kotoran terlalu lama dalam hidung bisa jadi kuman penyakit. Kita harus menyemprotkan dengan tekanan supaya cairan bisa sampai ke belakang rongga hidung," terang Purna.
Cairan NaCl sendiri aman bagi tubuh karena juga merupakan cairan yang biasa digunakan untuk infus. Tidak disarankan menyemprot hidung dengan air biasa karena bisa menimbulkan nyeri.
Menurut Purna, cara membersihkan hidung seperti ini sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore oleh masyarakat yang menjadi korban kabut asap. Masyarakat bisa menghampiri petugas kesehatan setempat atau menghubungi dokter Spesialis THT.
Penyemprotan hidung ini pun aman diberikan kepada anak usia 3 tahun ke atas. "Kalau petugas kesehatan belum mengerti bagaimana cuci hidung seperti ini, kami sarankan hubungi dokter THT," kata Purna.
Pencegahan utama lainnya adalah dengan menggunakan masker yang bisa melindungi hidung dari paparan partikel dan gas dari hasil kebakaran hutan. Masker yang direkomendasikan adalah masker N -95.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.