Dalam investigasi yang dilakukan tim Majalah Tempo baru-baru ini, tercatat ribuan dokter di sejumlah wilayah di Indonesia menerima suap dari sebuah perusahaan farmasi. Investigasi serupa pernah dilakukan Tempo pada 14 tahun lalu. Hal ini menunjukkan, praktik suap tersebut sudah terjadi berpuluh tahun lamanya.
Wakil Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Sabir Alwi mengatakan, praktik suap tersebut memang sudah rahasia umum. "Pada prinsipnya dokter tidak boleh menerima imbalan pabrik farmasi yang pengaruhi dia menulis resep dan obat tertentu. Tapi itu bukan persoalan baru, persoalan lama itu," kata Sabir saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2015).
Pemberian kepada oknum dokter tak hanya berupa uang, tetapi dalam bentuk lain, seperti tiket jalan-jalan ke luar negeri hingga diberi mobil. Sabir mengatakan, dalam kode etik kedokteran, praktik tersebut tentu tidak dibenarkan dan telah diatur dalam undang-undang.
Menurut Sabir, masalah ini sulit dihilangkan atau sama saja dengan perbuatan melawan hukum lainnya. "Sama seperti hukum pidana kan, semua sudah diatur dalam pasal-pasal, tapi masih ada saja orang yang melanggar, kan. Ini ada dua yang saling membutuhkan. Dokter mau uang, industri farmasi juga mau laku barangnya," ujar Sabir.
Sabir mengatakan, MKDKI sangat jarang menerima laporan penerimaan suap oleh dokter. Sebab, masalah ini lebih sering ditangani oleh organisasi profesi, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dengan bukti yang cukup, oknum dokter tersebut seharusnya tak hanya dihukum secara etik, tetapi juga hukuman pidana. Selain itu, menurut Sabir, organisasi profesi kedokteran berperan besar membuat para dokter tidak melakukan perbuatan menyimpang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.