"Dukungan keluarga sangat penting. Lalu dukungan masyarakat atau orang-orang di sekitarnya. Jangan distigma," ujar Eri di RSUD Arjawinangun, Cirebon, Rabu (4/11/2015).
Stigma menghambat kesembuhan orang dengan skizofrenia. Kekambuhan juga bisa terjadi, jika pasien skizofrenia tidak patuh minum obat. Semua pada akhirnya kembali lagi pada dukungan keluarga atau orang terdekat untuk mengingatkan pasien minum obat.
Pengobatan skizofrenia memang membutuhkan waktu jangka panjang. Eri menjelaskan, pasien skizofrenia yang sudah dipulangkan dari rumah sakit selama 10 hari, berisiko kambuh sebesar 25 persen. Risiko kekambuhan meningkat jadi 50 persen setelah satu tahun, dan jadi 75 persen setelah dua tahun pulang dari rumah sakit. Kekambuhan bisa dicegah dengan pemberian obat yang tepat dan adanya dukungan keluarga serta orang-orang di sekitar.
"Skizofrenia terjadi di usia produktif. Jadi perlu pengobatan jangka panjang. Kalau tidak tertangani sejak awal bisa mengalami kekambuhan kronis," jelas Eri.
Untuk itu, Eri mengusung program Cegah Kambuh Pasien di RSUD Arjawinangun yang memiliki pelayanan kesehatan jiwa. Salah satu upaya untuk mencegahnya, yaitu rutin mengadakan family gathering sekaligus memberikan edukasi pada pasien dan keluarga.
Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Nurmiati Amir menambahkan, pencegahan kekambuhan pasien sangat penting dilakukan. Sebab, setiap kekambuhan, ada sel saraf atau neuron yang mati.
"Kekambuhan meningkatkan kimia otak tertentu, namanya dopamin. Itu toxic (racun) terhadap neuron, jadi kematian neuron. Kematian neuron inilah yang membuat pasien skizofrenia jadi tidak bisa berpikir," terang Nurmiati.