KOMPAS.com - Beberapa perokok merasa lebih sulit untuk menghentikan kebiasaan merokok ketimbang lainnya. Baru-baru ini, sebuah studi lanjutan dari studi sebelumnya mencoba mengidentifikasi penyebab potensial: genetik. Penemuan tersebut dipublikasikan 1 Desember lalu secara online di Translational Psychiatry.
Para peneliti menganalisa perbedaan genetik yang ada dalam 22 penelitian yang melibatkan hampir 9.500 perokok.
Menariknya, gen yang dimiliki olah setiap orang sangat bervariatif dan beberapa di antaranya memiliki kaitan erat pada pengolahan dopamin, yaitu suatu neurotransmitter yang membantu mengatur rasa puas dan senang di otak.
Para ahli percaya, bahwa nikotin yang ditemukan pada tembakau mampu meningkatkan dopamin di otak, yang menyebabkan seseorang akhirnya kecanduan.
Para peneliti bertanya-tanya apakah varian gen yang mengatur dopamin memiliki kemungkinan untuk memadamkan puntung untuk selamanya.
Pada akhirnya, para ilmuwan terfokus pada urutan DNA yang disebut Taq1A. Mereka menemukan, bahwa perokok yang membawa variasi urutan DNA A2/A2 tampaknya memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti merokok dibandingkan mereka yang memiliki urutan DNA Taq1A.
Tim peneliti menemukan adanya hubungan yang signifikan antara memiliki varian DNA A2/A2 dan peningkatan kemampuan untuk berhasil berhenti.
Namun keberhasilan untuk berhenti merokok masih bervariasi, mulai dari 10 persen hingga mencapai 67 persen.
"Varian ini telah dipelajari selama bertahun-tahun, tapi studi ini memberikan bukti yang lebih meyakinkan tentang peran varian genetik terhadap kemampuan berhenti merokok," kata Ming Li, seorang profesor dari departemen psikiatri dan ilmu neurobehavioral di University of Virginia.
Dalam penelitian ini, Li bekerja sama dengan peneliti dari Zhejiang University School of Medicine di Hangzhou, Cina. Mereka mencatat bahwa sekitar 6 juta orang meninggal di seluruh dunia setiap tahun karena merokok.
Para peneliti mengatakan, temuan tersebut harus mendorong lebih banyak lagi penelitian genetika baru dalam upaya mencari cara untuk membantu pasien berhenti merokok. Namun, tim Li memperingatkan bahwa penelitian selanjutnya masih sangat diperlukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.