Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2016, 18:27 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak. Bedanya, operasi katarak bisa mengembalikan penglihatan, sedangkan glaukoma tidak.

Glaukoma merupakan penyakit yang merusak saraf mata. Pengobatan hingga operasi tidak bisa mengembalikan fungsi saraf seperti semula.

Untuk itu, sangat penting melakukan deteksi dini glaukoma. Sebagai langkah awal, kenali dulu gejala glaukoma meski terkadang tidak menimbulkan gejala dan sering tak disadari penderitanya.

Baca juga: Mbok Yem Ungkap Sakit Gigi Jadi Penyebab Kondisinya Memburuk

Dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center (JEC) Ikke Sumantri mengungkapkan, glaukoma yang sering tidak memunculkan gejala yaitu, jenis glaukoma sudut terbuka. Glaukoma jenis ini disebabkan faktor genetik atau keturunan dan yang paling banyak dijumpai kasusunya.

“Gejalanya seperti melihat dalam terowongan dan sering kali tidak bergejala,” ujar Ikke di Jakarta, Senin (22/2/2016).

Sementara itu, pada tipe glaukoma sudut tertutup, gejalanya lebih berat, yaitu nyeri berat, pandangan kabur, pusing karena tekanan bola mata lebih tinggi, bila tekanan bola mata tiba-tiba naik akan terasa mual hingga muntah. Kornea mata juga terlihat tidak jernih karena pembengkakkan.

Baca juga: Maret Masih Hujan, Apakah Awal Musim Kemarau 2025 Mundur? Berikut Jawaban BMKG

“Kalau tidak ditangani lama-kelamaan bisa menghilangkan penglihatan. Proses hilangnya penglihatan bisa berbeda-beda setiap orang, ada yang cepat, ada yang butuh 10 tahun, tergantung tinggi rendahnya tekanan pada bola mata.

Glaukoma juga bisa terjadi pada bayi baru lahir atau tipe glaukoma kongenital. Glaukoma pada bayi bisa ditandai dengan bola mata bayi yang terlalu besar atau terlihat melotot dan pembengkakkan pada kornea mata disertai air mata berlebih.

Jika mengalami gejala tersebut, segera periksa ke dokter mata. Jika diketahui lebih dini, kebutaan karena glaukoma bisa dicegah. Pengobatan memang tidak bisa menyembuhkan, tetapi hanya menghambat kerusakan saraf lebih parah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau