Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Ada Dokter di Puskesmas Pembantu Komodo

Kompas.com - 30/11/2016, 19:37 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyebaran tenaga kesehatan di Indonesia belum merata. Terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan, Kepulauan (DTPK). Di Puskemas Pembantu (Pustu) Komodo yang terletak di Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat misalnya, satu dokter pun tidak ada.

"Di sini hanya ada bidan. Perawat belum ada, dokter umum belum ada," kata Fifi Sumanti, Kepala Pustu Komodo yang juga seorang bidan saat ditemui, Selasa (29/11/2016).

Fifi menceritakan, sejak tahun 2013 ia bekerja di Pustu Komodo, belum pernah ada dokter praktik di Desa Komodo itu. Saat ini, Fifi pun satu-satunya bidan tetap di sana dan hanya ditemani oleh bidan sukarelawan, Anita Puspita Sari.

Tak hanya menangani persalinan, mereka pun terpaksa membantu menangani berbagai penyakit ringan. Jika sudah berat, pasien harus dilarikan ke Kota Labuan Bajo dengan menyeberangi lautan selama 4-5 jam menggunakan perahu motor biasa.

Menurut Fifi, dokter umum sangat dibutuhkan masyarakat di Pulau Komodo. Apalagi, Pulau Komodo semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Tetapi, Fifi tak berharap banyak, karena di Labuan Bajo pun masih kekurangan dokter.

Kepala Puskemas Labuan Bajo, Gerarda Dewi Bantrang sebelumnya menceritakan, hanya ada tiga dokter di puskesmas tersebut. Menurut Dewi, jumlah itu belum mencukupi karena Puskesmas Labuan Bajo tak hanya melayani rawat jalan, tetapi juga rawat inap dan gawat darurat dengan kapasitas 30 tempat tidur.

Selain itu, dalam kesempatan dialog dengan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek di Rumah Sakit Pratama Komodo, seorang warga juga menyampaikan kurangnya dokter, apalagi dokter spesialis di Kabupaten Manggarai Barat.

Dian Maharani/Kompas.com Bidan Fifi Sumanti selaku Kepala Puskesmas Pembantu (Pustu) Komodo menceritakan kondisi Pustu kepada Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, Selasa (29/11/2016).
Kondisi itu tentu berbeda jika melihat Jakarta atau di kota-kota besar lainnya, di mana justru banyak dokter untuk pilihan berobat. Jika tidak cocok dengan dokter yang satu, bisa pindah ke dokter lainnya. Ada pasien bisa melakukan second opinion sebelum tindakan untuk penyakitnya.

Menanggapi masalah ini, Nila mengaku penyebaran dokter yang tidak merata memang tak mudah diatasi. Apalagi, saat ini sudah tidak ada lagi Instruksi Presiden (Inpres) yang mengharuskan dokter mengabdi di daerah.

"SDM (Sumber Daya Manusia) ini memang tidak gampang, tetapi kami tidak akan putus asa. Mungkin kita harus buat lagi peraturan," kata Nila di Rumah Sakit Pratama Komodo.

Nila mengungkapkan, rencananya juga akan ada beberapa terobosoan peraturan terkait penyebaran dokter spesialis.

Misalnya, lima spesialis utama, seperti dokter spesialis bedah, penyakit dalam, spesialis anak, spesialis kebidanan, dan spesialis anastesi yang telah lulus harus mengabdi di Kabupaten selama satu tahun.

Bisa juga dengan cara mendidik putra putri daerah masuk kuliah kedokteran dan setelah lulus harus mengabdi di daerahnya. Tetapi, peningkatan jumlah dokter juga harus didukung fasilitas kesehatan yang memadai dan memerhatikan nasib dokter di daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com