KOMPAS.com - Kecanduan media sosial itu terbukti sudah terprogram di gen. Penelitian dari Inggris menemukannya.
Para ilmuwan dari King's College London membandingkan kebiasaan berinternet sekitar 4.250 kembar identik dengan sekitar 4.250 kembar bukan identik. Para peneliti itu menemukan gen yang bertanggung jawab atas 39 persen waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dunia maya.
Para ahli mengklaim hal ini menunjukkan media bukan hanya entitas eksternal yang menjerat konsumen "tak berdaya". Orang-orang tertentu secara alami memang rentan kecanduan media sosial.
"Komponen kunci korelasi gen-lingkungan adalah pilihan," kata Profesor Robert Plomin, peneliti senior dari IoPPN di King's College London.
"Orang-orang seperti itu bukan hanya penerima pasif terhadap lingkungannya, tetapi secara aktif memilih pengalaman dan pemilihan-pemilihan ini terkorelasi dengan kecenderungan genetik," tambahnya.
Penelitian ini merupakan yang pertama menemukan hubungan solid antara kebiasaan media sosial dan gen yang berdasar data 8.500 kembar usia 16 tahun dari Twins Early Development Study di Inggris.
Mereka secara sengaja membandingkan kembar identik (yang berbagi 100 persen gen) dan non identik (berbagi 50 persen gen). Dengan begitu, peneliti mampu mengestimasi kontribusi relatif gen dan lingkungan terhadap perbedaan individual dalam keterlibatan di media daring.
Keterlibatan itu meliputi games untuk hiburan dan pendidikan. Juga waktu yang dihabiskan di chat room, aneka platform pesan instan dan Facebook.
Banyaknya waktu yang dihabiskan di semua media dapat dikaitkan dengan heritabilitas atau tingkat di mana perbedaan antar anak dapat dihubungkan dengan faktor-faktor genetik keturunan daripada efek lingkungan.
Untuk jejaring sosial, mereka menemukan gen menyumbang 24 persen waktu yang dihabiskan online.
Heritabilitas pun bertanggung jawab untuk37 persen waktu yang dihabiskan di media hiburan, 34 persen media pendidikan dan 39 persen pemainan daring. Di luar itu, faktor-faktor lingkungan unik bertanggung jawab hampir dua pertiga perbedaan di antara orang-orang pada penggunaan media daring.
Faktor-faktor ini meliputi berbagai akses ke sumber media dalam keluarga seperti satu anak memiliki ponsel sendiri atau orang tua memonitor penggunaan jejaring sosial lebih ketat untuk satu anak dibandingkan yang lain.
Tim peneliti ini dipimpin Ziada Ayorech. Mereka menyimpulkan penemuan-penemuan ini menantang pemikiran yang sudah ada saat ini bahwa kita secara pasif terpapar media.
Ternyata penemuan ini mendukung pandangan bahwa kita membentuk media daring kita sendiri menggunakan kecenderungan genetik mereka sendiri yang unik.
Ziada Ayorech mengatakan,"Penemuan kami berlawanan dengan teori efek media populer yang secara tipikal memandang media sebagai entitas eksternal yang memiliki efek baik atau buruk pada konsumen yang tak berdaya."
"Menemukan perbedaan DNA secara bermakna mempengaruhi bagaimana orang-orang berinteraksi dengan media membuat konsumen duduk di kursi pengemudi, memilih dan mengatur paparan media sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri," katanya.
Hasil penelitian ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaa mengenai media pribadi dan sejauh mana media sosial "filter bubbles" hanya memaparkan kita pada informasi yang mendukung sudut pandang kita sendiri dan melindungi kita dari argumen berlawanan.
Namun, Plomin menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan individu masih akan memegang peran integral.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.