KOMPAS.com - Sexting, kata lain untuk mengirim pesan atau gambar bernuansa seks secara elektronik adalah sesuatu yang di era digital ini banyak dilakukan pasangan.
Bukan hanya dalam bentuk kata-kata mesra atau rayuan, terkadang sexting juga melibatkan foto atau video telanjang kepada pasangan. Sexting menyebar melalui ponsel, media sosial, atau video chat room.
Meski banyak orang menganggap sexting sebagai sebuah romantisme atau bentuk ekspresi cinta, namun jika dilihat dari sisi psikologi sebenarnya kebiasaan mengirim pesan "nakal" lewat ponsel ini bisa menggambarkan bentuk hubungan kita.
Menurut sebuah penelitian terhadap 459 orang yang tidak menikah dan pasangan heteroseksual survei untuk mengungkap motif dan perilaku di balik kebiasaan sexting.
Sexting lebih banyak dilakukan oleh orang dewasa muda. Pada orang yang sudah berusia matang, ada ketakutan pihak ketiga akan melihat pesan-pesan intim tersebut.
Ternyata, mereka yang berada dalam hubungan romantik cenderung lebih nyaman melakukan sexting. Jika pasangan tersebut memiliki ikatan yang kuat, mereka juga lebih pede saling berkirim pesan penuh keintiman lewat gawainya, walau sebenarnya ada rasa cemas akan reaksi pasangan.
Para ahli menyebutkan bahwa kebiasaan sexting cenderung pada dasarnya didorong oleh ketakutan akan kandasnya sebuah hubungan atau takut tak punya pasangan.
Sexting ternyata tidak hanya dikenal orang dewasa, remaja pun sudah tak asing dengan istilah ini. Alasan mereka melakukannya adalah untuk fun atau pun sebagai cara menaksir pasangan.
Bahaya yang tidak disadari pelaku sexting adalah rekaman dengan menggunakan teknologi informasi tidak bisa dihapus dan tidak ada yang bisa mengontrol penyebarannya.