Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/02/2017, 17:20 WIB
Dian Maharani

Penulis

Sumber Telegraph

KOMPAS.com - Menyundul bola merupakan salah satu strategi memasukkan bola ke gawang lawan dalam pertandingan bola. Namun, kebiasaan tersebut dapat meningkatkan risiko kerusakan otak menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh University College London.

Mereka meneliti lima pesepak bola profesional yang telah bermain rata-rata selama 26 tahun. Peneliti melakukan pemeriksaan otak terhadap pensiunan pesepak bola yang mengalami demensia.

Hasil pemeriksaan menunjukkan, para responden memiliki chronic traumatic encephalopathy (CTE) atau ensefalopati traumatik kronis yang disebabkan oleh pukulan berulang di kepala. CTE selama ini diduga dapat menyebabkan demensia atau awam mengenalnya dengan penyakit pikun.

Peneliti mengatakan, pesepakbola itu juga rata-rata terkena demensia pada usia 10 tahun lebih awal dibanding orang-orang pada umumnya. Menurut ketua peneliti, Dr Helen Ling, kerusakan pada otak tersebut sama seperti kerusakan yang banyak dialami petinju.

Kebiasaan menyundul bola selama bertahun-tahun juga diduga menjadi penyebab pesepak bola asal Inggris, Jeff Astle menderita penyakit degeneratif pada otak pada usia 59 tahun. Ia meninggal dunia karena penyakitnya itu.

Penelitian mengenai bahaya menyundul bola bukan sekali ini saja dilakukan. Baru-baru ini, Professional Footballers’ Association pun tengah mempertimbangkan untuk melarang anak di bawah 10 tahun menyundul bola.

Football Association diharapkan mulai mensosialisasikan bahaya menyundul bola mengingat sejumlah pemain bola yang sudah pensiun diketahui mengalami demensia.

Demensia itu diduga sebagai konsekuensi terlalu sering menyundul bola saat bermain. Meski demikian, penelitian lebih lanjut memang diperlukan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com