KOMPAS.com - Selebritas Yuni Shara membagikan pengalamannya pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Melansir Kompas.com (21/12/2019), Yuni Shara menjadi korban KDRT pada pernikahan pertamanya.
Waktu itu, ia masih berusia 21 tahun. Yuni masih teringat kejadian tersebut setelah 25 tahun. Namun ia tidak mengalami trauma mendalam.
Yuni Shara bangkit dari kejadian kelam hidupnya itu dengan mencari kesibukan positif dan fokus mengurus keluarga.
"Berdamai dengan diri sendiri dan keadaan akan lebih menenangkan," tulis Yuni Shara di Insta Story akun @yunishara36, Jumat (20/12/2019).
Tulisan tersebut ditujukan untuk merespons simpati netizen atas curahan hatinya yang disiarkan di podcast Deddy Corbuzier.
Sulitnya ambil keputusan
Berkaca dari kasus KDRT yang dialami Yuni Shara, berpisah kadang tidak mudah bagi beberapa korban KDRT atau hubungan pacaran tidak sehat.
Melansir Help Guide, hubungan tidak sehat (abusive) yang dialami beberapa korban KRDT maupun pacaran terkadang tidak sederhana.
Terlebih bagi yang statusnya sudah berkeluarga, bergantung secara ekonomi, atau diancam oleh orang terdekat.
Keputusan bertahan atau berpisah, acapkali membuat korban merasa gamang, takut, atau berharap kondisinya suatu saat akan berubah.
Satu waktu, korban sangat ingin kabur dari kondisi tidak nyaman tersebut.
Pada lain kesempatan, korban tidak berdaya keluar dari KDRT atau hubungan tidak sehat yang dijalaninya.
Agar tidak frustasi atau merasa tidak berdaya, korban KDRT maupun hubungan abusive perlu ingat beberapa hal:
Pertimbangkan hal ini
Sebelum membuat keputusan apakah akan melanjutkan hubungan abusive atau meninggalkannya, ingat beberapa hal:
Kejadian KDRT atau kekerasan saat pacaran masih mungkin berulang.
Beberapa pelaku biasanya punya masalah emosional dan psikologis. Mereka mungkin berubah, tapi prosesnya tidak mudah.
Perubahan hanya terjadi saat pelaku benar-benar bertanggung jawab mengubah perilaku minusnya. Ia juga bersedia mendapatkan pertolongan medis.
Keinginan menolong pelaku KDRT atau hubungan abusive dalam pacaran sangat natural.
Sebagai orang terdekat, Anda berpikir cuma Anda yang paham kondisinya.
Atau merasa punya tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan hubungan pribadi tersebut.
Padahal faktanya, dengan menerima kondisi abusive tersebut, Anda secara tidak langsung melanggengkan tradisi kekerasan domestik.
Saat terdesak, pelaku KDRT atau hubungan pacaran abusive biasanya berjanji berubah. Mereka juga minta dimaafkan.
Mereka mungkin berjanji berubah, namun tujuannya agar tetap bisa mengontrol Anda dan berharap Anda bertahan.
Beberapa pelaku terkadang berperilaku baik sesaat. Namun akan kembali ke kebiasaan lamanya setelah dimaafkan.
Tanda pasangan tidak berubah biasanya dia tetap menyalahkan orang lain atas kesalahannya.
Dia juga mencoba mendapatkan simpati dari orang terdekat. Tanda lain adalah dia menekan Anda membuat keputusan atas hubungan kalian.
Kendati pasangan sudah ikut konseling, tidak ada jaminan perilakunya doyan KDRT atau abusive bakal berubah.
Jika pasangan tetap kasar, menekan, mengontrol, boleh jadi tanda dia tidak berubah telah menguat.
Namun jika dia berhenti membuat alasan dan menunjukkan perilaku menyesal dan berbuat positif, Anda patut mempertimbangkannya kembali.
Setelah menimbangkan beberapa hal di atas, Anda mungkin masih takut melangkah.
Atau bingung melanjutkan hidup bersama anak kelak. Namun pertimbangkan, berada dalam hubungan abusive tidak sehat bagi mental dan fisik. Di samping berbahaya.
Seperti pesan Yuni Shara yang pernah menjadi korban KDRT, tidak ada salahnya memilih keluar dari situasi abusive dan melanjutkan hidup dengan fokus mengurus keluarga.
https://health.kompas.com/read/2019/12/22/133000568/belajar-dari-yuni-shara-kapan-harus-meninggalkan-hubungan-abusive