KOMPAS.com - Sindrom mielodisplasia mungkin masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun, penyakit ini merupakan salah satu penyakit kronis yang mengancam jiwa.
Sindrom ini dikelompokkan sebagai salah satu jenis kanker darah yang langka.
Menurut Mayo Clinic, penyakit ini disebabkan oleh gangguan pada sumsum tulang sehingga sel darah terbentuk buruk atau tidak berfungsi dengan baik akibat gangguan.
Gejala
Gejala awal sindrom ini seringkali tak terlihat. Namun, pasien biasanya mengalami hal-hal berikut ini:
Pada kondisi normal, sumsum tulang manusia akan memproduksi sel darah yang matang seiring berjalannya waktu.
Namun, sumsum tulang penderita sindrom ini tidak mampu memproduksi sel darah yang matang dalam jumlah yang cukup.
Sumsum tulang penderita sindrom mielodisplasia justru memproduksi sel darah abnormal yang belum sepenuhnya matang sehingga sel darah tersebut mudah rusak dan tidak berfungsi dengan optimal pada tubuh.
Seiring berjalannya waktu, sumsum tulang akan dipenuhi oleh sel darah yang abnormal tersebut sehingga menyebabkan berbagai masalah seperti kelelahan, infeksi, dan pendarahan.
Lalu, apa penyebab sindrom mielodisplasia?
Belum diketahui pasti apa yang menyebabkan seseorang bisa mengalami sindrom ini.
Perubahan DNA yang menyebabkan gangguan pada sumsum tulang dalam memproduksi sel darah juga bisa menjadi pemicunya.
Selain hal tersebut, berikut beberapa faktor yang bisa memicu sindrom mielodisplasia:
Pengobatan
Melansir SehatQ, pengobatan sindrom mielodisplasia dilakukanuntuk memperlambat perkembangan penyakit.
Selain itu, beberapa perawatan lain juga akan dianjurkan guna meredakan gejala yang dirasakan. Beberapa di antaranya meliputi:
Pemberian obat – obatan golongan growth factor seperti Eritropoietin untuk meningkatkan jumlah sel darah putih dan sel darah merah di tubuh.
Transfusi darah untuk menambah jumlah sel darah merah atau trombosit
Pemberian obat untuk membuang kelebihan zat besi yang umumnya terjadi setelah prosedur transfusi darah.
Pemberian obat antibiotik untuk meredakan infeksi jika jumlah sel darah putih terhitung rendah.
Pada tahap lebih lanjut, dokter mungkin akan memberikan obat-obatan, seperti lenalidomide dan azaticidine.
Penderita sindrom mielodisplasia yang berisiko terkena Leukemia mielositik akut mungkin akan disarankan untuk melakukan kemoterapi.
Setelah kemoterapi, perawatan dapat dilanjutkan dengan prosedur transplantasi sumsum tulang.
Pencegahan
Melansir American Cancer Society, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir risiko sindrom mielodiplasia. Berikut cara tersebut:
1. Hindari gaya hidup merokok
Kebiasaan merokok dipercaya dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit ini. Agar terhindar dari sindrom berbahaya ini, sebaiknya kita hindari gaya hidup merokok.
Berhenti merokok juga dapat mengurangi risiko Anda terkena jenis kanker lainnya.
2. Menghindari paparan radiasi atau bahan kimia tertentu
Menghindari bahan kimia industri penyebab kanker seperti benzena, dapat menurunkan risiko terkena sindrom mielodisplasia.
Selain itu, terapi radiasi dan kemoterapi juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena sindrom mielodisplasia.
Meski begitu, manfaat yang akan didapatkan dari terapi radiasi dan kemoterapi pada para penderita kanker umumnya sangat besar jika dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya sindrom mielodisplasia yang tergolong rendah.
https://health.kompas.com/read/2020/03/01/072500468/sindrom-mielodisplasia--penyebab-pengobatan-dan-cara-mencegahnya