KOMPAS.com – Banyak orang Indonesia terkenal meggemari makan gorengan dan mi instan.
Beberapa orang mungkin telah menyadai adanya risiko atau bahaya kesehatan di balik konsumsi makanan ini, termasuk dapat memicu kanker.
Tapi karena berbagai faktor, seperti harga yang terjangkau dan cita rasa yang nikmat, membuat gorengan dan mi instan tetap saja jadi pilihan.
Perubahan pola hidup masyarakat
Melansir Buku Solusi Cerdas Mencegah dan Mengobati Kanker (2012) oleh Rostia Ch dan Tim CancerHelps, penyakit kanker sudah ada sejak zaman dulu.
Istilah kanker sudah digunakan sejak zaman Hipokrates, filsuf Yunani kuno. Meskipun demikian, penyakit kanker pada masa lalu berbeda dengan masa kini.
Penyakit kanker sudah merajalela di dunia modern.
Dalam seabad terakhir, makanan penduduk bumi telah berevolusi.
Teknologi makanan kalengan dan kehadiran kulkas sejak awal abad ke-20 telah mengubah cara masyarakat modern megonsumsi makanan.
Semakin lama, makanan yang dikonsumsi masyarakat telah mengalami pergeseran dari produk makanan segar beralih ke produk makanan olahan pabrik.
Masyarakat juga kian menggemari makanan cepat saji dengan dalih tak adanya waktu untuk mengolahnya.
Terlebih lagi bagi masyarakat perkotaan. Semakin lama, masyarakat kota kian tidak punya waktu lagi untuk memasak makanan sendiri.
Kondisi itu pun kemudian memicu banyak masyarakat untuk terbiasa makan makanan olahan kaya akan gula dan garam, lemak tidak sehat, serta pengawet dan perwarna yang kurang baik bagi kesehatan.
Parahnya lagi, masyarakat modern sudah terbius iklan untuk semakin tidak suka mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. Akibatnya, terjadi risiko kanker dalam jangka waktu lama.
Rostia Ch dan Tim CancerHelps berpendapat, masyarakat Indonesia sangat hobi makan gorengan dan mi instan.
Padahal makanan ini cenderung memiliki efek buruk bagi kesehatan, terlebih jika dikonsumsi berlebihan.
Berikut penjelasannya:
1. Gorengan
Banyak masyarakat rasanya belum “afdol” jika belum mengonsumsi gorengan dalam kesehariannya.
Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya penjual gorengan, termasuk restoran cepat saji yang kini menjamur di mana-mana untuk menangkap peluang permintaan dari masyarakat.
Padahal konsumsi gorengan ini berisiko memicu kanker.
Zat berbahaya di dalam gorengan adalah akrilamida, yakni senyawa karsinogenik atau zat pemicu kanker.
Untuk menghindari bahaya akrilamida ini, tentu masyarakat disarankan untuk mengurangi konsumsi gorengan.
Daripada membeli gorengan yang dijual bebas, lebih baik jika masak sendiri menggunakan minyak sekali pakai untuk menggoreng dan menghindari merendam makanan terlalu lama di dalam minyak panas.
2. Mi instan
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mengonsumsi mi instan, asal tidak dikonsumsi secara berlebihan.
Jika ingin mengonsumsi mi instan, alangkah baiknya imbangi dengan makan sayur-sayuran dan buah-buahan dalam jumlah cukup.
Apa saja yang terkandung di dalam semangkuk mi instan?
Seporsi mi instan mengandung lemak yang sama banyak dengan satu mangkuk keripik kentang atau seperempat loyang pizza ukuran sedang.
Selama proses pembuatan, mi basah disemprot dengan minyak panas agar mi berubah kering.
Minyak panas ini padahal adalah minyak trans yang mengandung akrilamida penyebab kanker.
Seporsi mi instan memiliki kandungan garam yang sangat tinggi, yaitu hampir 75 persen dari ambang batas konsumsi garam per hari bagi orang dewasa dan 100 persen pada ambang batas konsumsi bagi anak-anak.
Bumbu masak pada mi instan mengandung bahan pengawet yang memperpanjang masa simpan dan melawan bakteri.
Jadi semangkuk mi instan tidak lebih dari makanan minim protein, penuh karbohidrat, kaya lemak, garam, serta bahan penyedap rasa dan pengawet.
Rostia Ch dan Tim CancerHelps menyarankan, batasi konsumsi mi instan semangkuk dalam tiga hari agar tidak terjadi penurunan kecerdasan dan peningkatan risiko kanker.
https://health.kompas.com/read/2020/04/29/160300068/bagaimana-gorengan-dan-mi-instan-bisa-memicu-kanker-