Topik teori konspirasi pun beragam. Ada yang berbicara mengenai tragedi, serangan teroris, sampai isu kesehatan.
Salah satunya, teori yang disebarkan bahwa industri farmasi sengaja menyebarkan penyakit untuk menjual vaksin atau obat penangkal penyakit tertentu.
Di tengah pandemi Covid-19, beragam teori konspirasi corona juga beredar di ruang perbincangan publik.
Berikut penjelasan apa itu teori konspirasi dan kenapa banyak orang percaya teori konspirasi jika ditilik dari kacamata psikologi.
Apa itu teori konspirasi?
Melansir Verywell Mind, teori konspirasi adalah keyakinan terdapat kelompok tertentu yang merencanakan dan menjalankan suatu niat jahat secara rahasia.
Agar makin yakin, pembuat teori konspirasi lazim menyebut otak di balik suatu kejadian didalangi kelompok yang berkuasa, orang "kuat", jahat, dan bersekongkol untuk menghancurkan orang lain.
Di tengah era keterbukaan informasi, sebenarnya setiap orang memiliki akses untuk menelusuri kebenaran informasi atau fakta di balik teori konspirasi.
Namun, nyatanya tidak demikian. Banyak orang yang termakan atau gampang percaya teori konspirasi.
Para ahli psikologi menduga, banyak orang bisa percaya teori konspirasi karena alasan psikologis. Hal itu tak lepas dari proses evolusi.
Saat Anda merasa tak berdaya dan terkucilkan, percaya ada kekuatan yang berkomplot untuk melawan minat atau kepentingan Anda menjadi sesuatu yang menarik.
Dari ketertarikan tersebut, teori bisa mengakar. Setelah itu ada peran bias kognitif dan jalan pintas mental yang mendorong Anda jadi lebih percaya teori konspirasi.
Proses berpikir sejenis juga terjadi saat seseorang percaya paranormal atau peramal.
Berikut penjelasan lebih lanjut bagaimana orang percaya teori konspirasi dari kacamata psikologi.
Beberapa alasan ini dapat digolongkan ke dalam tiga garis besar, yakni:
Alasan epistemik mengacu pada keinginan untuk memperoleh kepastian dan pemahaman.
Di tengah kondisi yang membingungkan, kacau, berbahaya, atau penuh ketidakpastian, orang jadi ingin memahami sekaligus terdorong untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Dengan percaya teori konspirasi, seseorang jadi bisa membangun pemahaman yang konsisten, stabil, dan jelas akan suatu permasalahan.
Keyakinan atas teori konspirasi ini dapat meningkat saat kasusnya berskala besar.
Dalam suatu peristiwa besar, umumnya terdapat banyak informasi yang berceceran dan berbeda. Orang pun jadi ingin mencari penjelasan utuh dari simpulan informasi itu.
Teori konspirasi datang menyelinap sebagai kabar alternatif untuk mengakomodasi kebutuhan akan informasi yang saling berkaitan tersebut.
Ahar makin meyakinkan, para pembuat teori konspirasi umumnya juga memberikan "bumbu", penyebab mendasar dari suatu persoalan bersifat rahasia.
Saat kebingungan menyeruak, orang jadi percaya dan berasumsi bahwa mereka jadi korban suatu kekuatan.
Orang yang percaya teori konspirasi juga disebut memiliki kemampuan analitis yang rendah. Golongan ini cenderung mencari penjelasan dari sesuatu yang praktis.
Bias konfirmasi juga dapat membuat seseorang percaya teori konspirasi.
Secara alami, orang mencari informasi yang mereka anggap benar. Saat menemukan teori yang mendukung kepercayaannya, mereka pun dengan mudah percaya.
Menurut studi lain, orang percaya teori konspirasi agar lebih aman dan terkendali. Saat orang merasa terancam, mendeteksi bahaya dapat meredakan kecemasan.
Menurut penelitian yang memahami motivasi eksistensial ini, ada bukti percaya pada teori konspirasi dapat membantu seseorang merasakan kontrol pada sesuatu.
Tak pelak, banyak orang tertarik teori konspirasi sebagai cara untuk memahami dunia dan merasa bisa mengendalikan nasib mereka sendiri.
Padahal, nyatanya kepercayaan semu ini sebenarnya membuat orang merasa jauh tidak berdaya daripada sebelum percaya teori konspirasi.
Orang dapat termotivasi percaya pada teori konspirasi karena alasan sosial.
Sejumlah ahli menyimpulkan, dengan percaya pada konspirasi yang menggambarkan seseorang atau kelompok sebagai oposisi, mereka jadi merasa lebih baik.
Orang yang percaya teori konspirasi juga merasa mereka adalah "pahlawan" dari suatu cerita. Sedangkan orang yang tidak sependapat adalah "musuh".
Secara sosial, orang jadi mudah percaya teori konspirasi saat jagoan politiknya kalah, status sosialnya lebih rendah, dikucilkan dari sekitar, punya prasangka pada kelompok yang kuat.
Dari beberapa alasan tersebut, dapat disimpulkan keyakinan pada teori konspirasi bisa muncul karena ingin mempertahankan diri.
Ketika orang merasa dirugikan, mereka termotivasi untuk menemukan cara melindungi dirinya dengan menyalahkan orang lain, dan mencari kambing hitam atas suatu peristiwa.
Kepercayaan pada teori konspirasi juga bisa mengakar karena banyak lingkaran sosial yang meyakini suatu kabar benar.
Kendati sekilas tampak konyol, jika lingkar terdekat Anda banyak yang percaya, pemikiran yang tidak masuk akal pun bisa jadi masuk akal.
https://health.kompas.com/read/2020/04/30/180600668/membongkar-psikologi-kenapa-banyak-orang-percaya-teori-konspirasi