KOMPAS.com – Banyak orangtua menganggap anak-anak adalah malaikat kecil yang tak akan bisa melakukan perbuatan tercela seperti berbohong.
Padahal, berdasarkan kajian psikologi, berbohong bisa saja dilakukan oleh anak-anak sejak usia 3-4 tahun, bersamaan dengan munculnya hati nurani.
Namun, berbohon yang dilakukan anak-anak pada usia ini memiliki alasan khusus dan mereka belum memahami mengapa berbohong termasuk perilaku yang buruk atau tidak benar.
Bentuk anak berbohong
Ada beberapa bentuk berbohong oleh anak yang dapat dikenali.
Berikut ini yang terjadi:
1. Memutarbalikkan keadaan
Contoh kasus:
Seorang anak yang membaca buku hingga larut malam dan akhirnya terlambat bangun pagi.
Karena takut dimarahi, sang anak kemudian berbohong kepada orangtuanya, bilang jika sudah mandi sebelum berangkat ke sekolah.
Sang anak khawatir jika harus mandi lebih dulu akan terlambat tiba di sekolah.
2. Melebih-lebihkan
Bentuk berbohong ini dipraktikan anak dengan menceritakan sesuatu dengan mengombinasikan antara kebenaran dan khayalan.
Contoh kasus:
Seorang anak yang baru saja diajak pergi ke pantai oleh orangtuanya menceritakan pengalamannya tersebut dengan berebihan kepada teman-temannya.
Sang anak bercerita jika di pantai ada tempat yang terduh dinaungi pohon kelapa, kerang-kerang yang indah, ikan-ikan beraneka warna.
Pada kenyataannya, memang ada pohon kelapa di pantai, tapi tidak sampai membuat pantai teduh, kerang banyak tapi tidak indah karena kebanyakan sudah pecah, ikan juga banyak tapi tidak beraneka warna.
3. Membual
Anak menceritakan sesuatu yang tidak dilakukan atau tidak dialami, dengan seolah-olah dia sendiri yang mengalami dan merasakan.
4. Melepas tanggung jawab
Bentuk berbohong ini dilakukan anak dengan melemparkan kesalahan diri pada orang lain, termasuk di dalamnya fitnah.
Contoh kasus:
Seorang anak baru melempar bola saat bermain hingga membuat kaca rumah pecag. Karena takut dimarahi orangtua, anak ini mengatakan bahwa dia tidak melempar bola tersebut, tapi temannya yang melakukan.
Alasan anak berbohong
Melansir Buku Mengembangkan Nilai Moral pada Anak (2009) oleh Dian Ibung, Psi, ada banyak alasan yang bisa melatarbelakangi anak berbohong.
Berikut beberapa di antaranya:
1. Ingin menguji kemampuan diri
Pada usia 3-4 tahun, ketika berbohong, mungkin sekali anak sedang menguji kemampuannya dalam berbohong dan apakah dia cukup mampu membohongi orangtuanya.
Sayangnya, kebohongan di usia anak ini pada umumnya disertai dengan imajinasi yang tinggi.
Hal ini sering kali justru menyebabkan kebohongan mereka terbongkar karena tidak masuk akal.
Jika kebohongan dilakukan anak balita, yang mungkin terjadi adalah bahwa anak tersebut belum cukup mampu untuk membedakan antara kenyataan dan khayalan.
Anak-anak juga belum paham mengapa berbohong dikategorikan “terlarang”.
Tapi yang perlu diwaspadai, pada anak yang lebih besar, keinginan untuk menguji kemampuan berbohong dan mengetes pengetahuan orangtua tentang kebohongannya, masih tetap ada.
2. Keinginan untuk memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri
Dengan berbohong, anak menjadi memiliki kesempatan untuk berkuasa atas dirinya sendiri dan memiliki kesempatan menghindari tanggung jawab atau hukuman dari orangtuanya.
Perlu diperhatikan sekarang ini, anak sering kali dituntut untuk bersikap terbuka sedemikian rupa pada orangtua, sehingga tidak ada lagi rahasia tentang dirinya sendiri.
Padahal, bagi anak, mungkin sekali ada hal-hal yang tidak ingin diberitahukan kepada orang lain, termasuk orangtua.
Adanya rahasia diri tersebut akan bermanfaat bagi perkembangan rasa hormat dan rasa “memiliki” diri sendiri.
Dengan begitu, anak diharapkan tidak lagi merasa perlu untuk berbohong guna mendapatkan kesempatan untuk menjaga rahasianya sendiri dan untuk merasa berkuasa atas dirinya.
Jadi, berilah ruang pribadi bagi anak ini dapat mencegah mereka berbohong.
3. Menutupi ketidaktahua karena telah berbuat buruk
Bentuk alasan ini juga dapat disamakan dengan bentuk perlindungan diri untuk menghindari dari tanggung jawab atas perbuatan “buruk” yang telah dilakukannya, tapi tidak disengaja.
4. Bentuk perlindungan diri
Cara ini digunakan anak-anak untuk melupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang pernah dialami sebelumnya.
Sebagi contoh, seorang anak yang berbohong kepada teman-temannya tidak bisa berenang.
Padahal anak tersebut bisa berenang, tapi pada saat mengikuti kejuaraan, dia menelan kekalahan.
Anak ini kemudian merasa sangat malu dan sejak saat itu tidak mau lagi berenang. Bahkan, sang anak kemudian selalu mengatakan bahwa dirinya tidak bisa berenang.
5. Kurang percaya diri
Biasanya anak yang tidak percaya diri cenderung akan mencari perhatian dan pujian melalui cara-cara yang tidak wajar, termasuk berbohong.
Cara mengatasi anak berbohong
Menghadapi anak yang berbohong, para orangtua terkadang hilang kesabaran.
Oleh karena itu, orangtua butuh strategi untuk dapat tetap tenang dalam menghadapi anak yang berbohong.
Strategi juga berguna untuk mencegah kebohongan anak terus berlanjut.
Berikut saran mengenai cara mengatasi anak berbohong:
1. Jelaskan apa yang terjadi
Orangtua harus mampu menahan emosi dan hanya memberikan penjelasan sesuai yang diperlukan ketika anak balitanya berbohong.
Katakan pada mereka, bahwa apa yang dilakukannya dapat membuat orangtua atau orang lain sedih.
Sementara, jika anak jujur, orangtua akan senang.
Tidak perlu menjelaskan panjang lebar sebab akibat berbohong dan perlunya berkata jujur pada balita karena mereka tidak akan mengerti.
Jelaskan secara singkat, jelas, dan sederhana.
Jika yang berbohong adalah anak yang lebih besar, katakana padanya bahwa kebohongan dapat berdampak negatif, seperti merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Jadi, penjelasan akibat berbohong ini harus sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak agar efektif.
2. Buat suasana yang mendukung kejujuran
Hal terpenting dari poin ini adalah bahwa orangtua harus memberi teladan bagi anak dalam hal kejujuran.
Suasana yang mendukung kejujuran tidak akan berhasil optimal jika tidak disertai contoh kejujuran dari orangtuanya.
3. Pikirkan strategi pendekatan yang tepat
Ketika orangtua tahu anaknya berbohong, lakukan pendekatan yang tepat. Salah strategi hanya akan membuat anak bertaan dengan kebohongannya karena pada umumnya mereka sudah tahu bahwa ada konsekuensi negative dari tindakannya yang salah.
Jangan pojokan anak dengan pertanyaan yang sifatnya menuduh.
4. Hargai hak-hak anak
Cara ini bisa dilakukan, misalnya dengan mencukupi kebutuhkan anak anak “ruang pribadi”.
Sekali orangtua melanggar kebutuhannya, maka anak sulit untuk kembali percaya pada orangtua.
Kondisi ini malah akan mendorong anak untuk berbohong.
Selain itu penting juga untuk mengajak anak berdiskusi tentang masalah moral, kenapa tidak boleh berbohong dan efek negatifnya.
Dengan diskusi, anak akan belajar untuk mendengar sekaligus mendapatkan haknya untuk didengarkan.
5. Bantu anak agar mampu membedakan kenyataan dan khayalan
Orangtua wajib membantu anak untuk tahu kapan dapat berkhayal dan kapan harus bertingkah laku sesuai kenyataan.
Misalnya, anak dapat berkhayal sepuas-puasnya ketika menggambar atau mengarang cerita atau ketika dia bermain bersama teman-temannya.
Tapi, di luar kesempatan itu, anak harus mampu menceritakan atau mengatakan sesuatu sesuai kenyataan.
Kemampuan ini dengan sendirinya akan membatasi kebohongan yang disebabkan oleh imajinasi.
6. Tanggapi kebohongan anak dengan tepat
Daripada orangtua mengomel atau marah, jelas lebih baik jika menanggapi kebohongan anak dengan cara-cara yang tepat.
Bangkitkan rasa lega, puas, dan senang pada anak jika mereka jujur.
https://health.kompas.com/read/2020/05/06/120600168/anak-berbohong--bentuk-alasan-dan-cara-mengatasinya