KOMPAS.com – Penyakit usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau apendiks.
Melansir Mayo Clinic, radang usus buntu menyebabkan rasa sakit di perut bagian kanan bawah.
Pada kebanyakan orang, rasa sakit ini dimulai dari sekitar pusar, lalu bergeser ke perut kanan bawah.
Meski siapa saja bisa menderita usus buntu, tapi paling sering terjadi pada orang berusia 10-30 tahun.
Gejala usus buntu
Berikut ini adalah ragam gejala usus buntu yang perlu diwaspadai:
Gejala usus buntu pada setiap orang bisa berbeda, tergantung pada usia dan posisi usus buntu.
Pada wanita yang tengah hamil, rasa sakit akibat usus buntu mungkin berada di bagian perut atas karena usus buntu lebih tinggi selama kehamilan.
Jika Anda memiliki gejala-gejala usus buntu tersebut, alangkah baiknya segera temui dokter.
Diagnosis dan perawatan tepat waktu penting dilakukan untuk mencegah penyakit ini semakin parah.
Jangan makan, minum, atau menggunakan obat penghilang rasa sakit, antasid, pencahar, atau bantal pemanas.
Penyebab usus buntu
Melansir Health Line, dalam banyak kasus, penyebab usus buntu tidak diketahui secara pasti.
Para ahli percaya kondisi itu disebabkan oleh penyumbatan pada usus buntu.
Banyak hal yang bisa berpotensi menyumbat apendiks tersebut, termasuk:
Ketika usus buntu tersumbat, bakteri dapat berkembang biak di dalamnya. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan nanah dan pembengkakan, yang dapat menyebabkan tekanan menyakitkan di perut.
Cara mengobati usus buntu
Melansir WebMD, radang usus buntu hampir selalu diperlakukan sebagai keadaan darurat.
Operasi pembedahan untuk mengangkat usus buntu adalah pengobatan standar untuk hampir semua kasus usus buntu.
Umumnya, jika dokter mencurigai seseorang menderita radang usus buntu, mereka akan segera menghilangkannya untuk menghindari pecah.
Jika pasien memiliki abses, mereka mungkin mendapatkan dua prosedur, yakni untuk mengeringkan abses nanah dan cairan, dan yang berikutnya untuk mengeluarkan apendiks.
Tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengobati radang usus buntu akut dengan antibiotik dapat membantu menghindari operasi.
Proses operasi usus buntu
Sebelum usus buntu dikeluarkan, pasien biasanya akan diminta minum antibiotik untuk melawan infeksi.
Pasien biasanya akan mendapatkan anestesi umum, yang berarti akan tertidur untuk prosedur operasi.
Dokter mengeluarkan usus buntu melalui potongan sepanjang 4 inci atau dengan alat yang disebut laparoskop (alat mirip teleskop tipis yang memungkinkan dokter melihat kondisi di dalam perut pasien). Prosedur ini disebut laparoskopi.
Jika pasien menderita peritonitis, ahli bedah juga akan membersihkan perut dan mengeringkan nanah.
Pasien biasanya baru dapat bangun dan bergerak dalam waktu 12 jam setelah operasi.
Sementara, pasien pascaoperasi usus buntu dapat kembali ke rutinitas normal kurang lebih membutuhkan waktu 2-3 minggu.
Namun, jika pasien memilih tindakan laparoskopi, pemulihan mungkin akan lebih cepat.
Setelah operasi usus buntu, hubungi dokter jika Anda memiliki:
Komplikasi usus buntu
Jika tidak diobati, usus buntu yang meradang dapat pecah hingga menumpahkan bakteri dan puing-puing ke dalam rongga perut, bagian tengah tubuh. Di sana, terdapat hati, lambung, dan usus.
Kondisi ini dapat menyebabkan peritonitis, yakni peradangan serius pada lapisan rongga perut (peritoneum). Itu bisa mematikan kecuali diobati dengan antibiotik yang kuat.
Kadang-kadang, abses terbentuk di luar bagian yang meradang. Jaringan parut kemudian "menutup dinding" usus buntu dari sisa organ. Ini membuat infeksi tidak menyebar. Tetapi usus buntu yang abses dapat merobek dan menyebabkan peritonitis.
Cara mencegah usus buntu
Tidak ada cara untuk mencegah radang usus buntu.
Tetapi mungkin kurang umum pada orang yang makan makanan tinggi serat, seperti buah-buahan dan sayuran segar.
https://health.kompas.com/read/2020/07/05/150200868/usus-buntu--gejala-penyebab-cara-mengobati-dan-cara-mencegah