Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Premenstrual Syndrome: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasi

KOMPAS.com – Premenstrual syndrome (PMS) adalah suatu kumpulan gejala yang meliputi gejala fisik, mental, dan perilaku yang terkait erat dengan siklus menstruasi wanita.

Secara definisi, gejala-gejala tersebut terjadi beberapa hari sebelum hari H menstruasi atau haid.

Hingga 80 persen wanita mungkin mengalami PMS dan bentuknya bisa sangat bervariasi antara satu dan yang lainnya.

Gejala PMS antarsiklus pada seorang wanita bahkan dapat berbeda-beda pula.

Beberapa wanita mungkin akan mengalami gangguan yang lebih berat yang disebut Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). PMS dan PMDD tidaklah sama.

Wanita dengan PMDD dapat mengalami depresi selama seminggu atau lebih sebelum haid tiba.

Sedangkan PMS, lebih pendek durasinya, lebih ringan, dan gejalanya lebih ke arah fisik.

Namun, seorang wanita dapat mengalami PMS saja, PMDD saja, atau keduanya.

Gejala PMS

Melansir Buku Resep Hidup Sehat (2010) oleh Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt., meski cukup mengganggu, gejala PMS biasanya tidak cukup berat dan sampai mengganggu kehidupan normal.

Namun, mungkin ada pula wanita yang mengalami gejala PMS yang cukup berat.

Beberapa gejala PMS, antara lain:

1. Terkait mood

  • Kecemasan
  • Grogi
  • Perasaan berubah-ubah (mood swings)
  • Sensitif
  • Depresi
  • Pelupa
  • Bingung
  • Insomnia

2. Terkait perilaku

  • Ingin makan yang manis-manis
  • Nafsu makan meningkat
  • Mudah menangis
  • Kurang konsentrasi
  • Sensitif terhadap kebisingan

3. Terkait fungsi fisik

Penyebab PMS

PMS terjadi pada fase luteal pada siklus menstruasi.

Fase ini terjadi tidak lama setelah sebuah telur dilepaskan dari ovarium dan terjadi mulai dari hari ke-14 sampai hari ke-28 pada siklus haid normal (hari pertama haid dihitung sebagai hari ke-1).

Pada fase luteal ini, hormon dari ovarium menyebabkan lapisan rahim akan menebal dan membentuk seperti sponge.

Pada waktu yang sama, telur akan dilepas dari ovarium.

Jika saat itu ada hubungan seksual, maka telur dapat bertemu sperma yang masuk.

Telur yang sudah dibuahi tersebut kemudian menempel di lapisan uterus yang sudah menebal dan sponge tadi ntuk tumbuh menjadi janin.

Pada saat itu, kadar hormon progresteron bakal meningkat, sebaliknya estrogen mulai turun.

Apabila pada masa itu tidak ada hubungan seksual yang menyebabkan pembuahan, maka lapisan rahim yang sudah siap tadi menjadi “kecewa”, dan luruh menjadi darah haid.

Pergeseran keberadaan hormon dari estrogen menjadi progesterone inilah yang menjadi penyebab dari beberapa gejala PMS.

Pertama, para ahli percaya bahwa perubahan kadar progesterone dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan mood, perilaku, dan fisik pada wanita pada fase luteal.

Progesteron berinteraksi dengan bagian tertentu otak yang terkait dengan relaksasi.

Studi yang lebih baru menyatakan bahwa ada perubahan hormon dan neurotransmitter yang mungkin juga bisa menjadi penyebabnya.

Misalnya saja, pada tubuh setiap orang ada hormon tertentu di sistem saraf pusat yang disebut endorfin.

Endorfin adalah hormon yang dapat menyebabkan perasaan senang, happy mood, dan sekaligus membuat orang kurang sensitif terhadap nyeri (obat seperti heroin dan morfin bereaksi seperti endorfin).

Hormon endorfin dapat turun kadarnya pada luteal dalam siklus haid.

Maka dari itu, pada fase luteal ini kadang wanita merasa kurang happy dan timbul nyeri, seperti nyeri haid maupun sakit kepala.

Sementara itu, beberapa wanita dengan PMS juga bisa mengalami penambahan berat badan atau sedikit membengkak.

Hal ini karena terjadi penahanan air di dalam tubuh.

Perubahan hormon selama haid dapat memengaruhi kerja ginjal yang mengatur keseimbangan air dan garam di dalam tubuh.

Kelebihan air di dalam tubuh ini kadang juga bisa menyebabkan gejala PMS, terutama berat badan bertambah, sehingga meningkatkan persepsi negatif dan memperburuk kondisi emosi pada wanita.

Sikluas hormonal juga dapat memengaruhi kadar serotonin, suatu senyawa di otak yang mengatur banyak fungsi, termasuk mood dan sensitivitas terhadap nyeri.

Jika dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami PMS, wanita dengan PMS memiliki kadar serotonin otak lebih rendah pada fase luteal.

Sementara, rendahnya kadar serotonin dikaitkan dengan kondisi depresi.

Teori lain mencoba menjelaskan PMS dapat melibatkan prostaglandin, suatu senyawa kimia tubuh yang merupakan mediator inflamasi atau radang.

Prostaglandin dihasilkan di area-area di mana terjadi PMS, seperti payudara, otak, saluran reproduksi, ginjal, hingga saluran cerna.

Prostaglandin diduga berkontribusi terhadap gejala-gejala PMS seperti kram, payudara sakit, diare, termasuk konstipasi atau sembelit.

Cara mengatasi PMS

Ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi PMS.

Berikut beberapa di antaranya:

1. Pengaturan makan atau diet

Guna mengurangi kembung dan penahanan air dalam tubuh, maka wanita perlu menghindari makanan bergaram tinggi, terutama seminggu sebelum haid.

Sebaliknya, wanita dianjurkan untuk mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral, seperti vitamin E, vitamin B, kalsium, magnesium untuk menunjan fungsi organ tubuh dan menekan gejala PMS yang mungkin terjadi.

2. Latihan aerobik dan relaksasi

Olahraga dan relaksasi bisa dilakukan karena bisa mendorong otak memproduksi endorfin secara alami.

3. Konsumsi susu

Melansir Buku Obat-obat Sederhana untuk Gangguan Sehari-hari (2010) oleh Drs. H. T. Tan & Drs. Kirana Rahardja, kerap kali minum satu gelas susu panas dengan sedikit minyak adas dapat meringankan kejang atau rasa nyeri saat PMS.

4. Berendam air panas

Mandi duduk dalam air panas atau mengompres perut dengan kantong air panas dapat pula menolong wanita yang mengeluhkan gejala PMS.

5. Menggunakan obat antiradang dan penghilang nyeri

Paraseramol dan ibuprofen merupakan pilihan obat yang cukup aman dikonsumsi sebagai cara mengatasi nyeri haid, sakit kepala, sakit payudara, dan keluhan lainnya selama PMS.

6. Menggunakan obat penenang dan antidepresan

Obat-obatan jenis ini dapat digunakan, tapi hanya jika diperlukan saja. Misalnya, pada kasus PMDD dan harus diperoleh dari resep dokter.

Contohnya, diazepam (valium), alprazolam, fluoksetin, sertraline.

7. Menggunakan obat diuretik

Obat ini berguna untuk meningkatkan pengeluaran urine dan membantu mengurangi cairan tubuh, sehingga mengatasi gejala PMS, seperti kembung, payudara bengkak, atau peningkatan berat badan.

Tapi, untuk mendapatkan obat jenis ini, wanita harus berkonsultasi lebih dulu dengan dokter.

Jika gejala-gejala PMS tidak terlalu mengganggu, para wanita sebaiknya memang tidak perlu menggunakan obat-obatan.

Pasalnya, gejala PMS pada umumnya dapat reda dalam 1-2 hari setelah haid tiba. Berkonsutasilah dengan dokter jika hal ini tidak terjadi.

https://health.kompas.com/read/2020/08/15/103000668/premenstrual-syndrome-gejala-penyebab-dan-cara-mengatasi

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke