KOMPAS.com – Penyakit usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada organ usus buntu.
Peradangan usus buntu dalam istilah kedokteran juga disebut sebagai apendiksitis.
Sementara di Indonesia, banyak orang menyebut penyakit usus buntu hanya sebagai usus buntu.
Padahal usus buntu adalah nama organ yang mengalami peradangan.
Usus buntu adalah organ kecil yang menempel pada usus besar di sisi kanan bawah rongga perut.
Fungsi usus buntu adalah menjadi tempat bakteri baik berlindung dan berkembang biak.
Sama seperti organ tubuh lainnya, usus buntu juga bisa terinfeksi dan mengalami peradangan.
Penyebab usus buntu
Melansir Health Line, dalam banyak kasus, penyebab usus buntu tidak diketahui secara pasti.
Para ahli hanya percaya kondisi itu disebabkan oleh penyumbatan pada usus buntu.
Ada banyak hal yang bisa berpotensi menyebabkan penyumbatan apekdiks tersebut, seperti:
Ketika usus buntu tersumbat, bakteri dapat berkembang biak di dalamnya.
Hal ini dapat menyebabkan pembentukan nanah dan pembengkakan, yang dapat menyebabkan tekanan menyakitkan di perut.
Gejala usus buntu
Melansir Buku Mengenali Keluhan Anda: Info Kesehatan Umum untuk Pasien (2013) oleh Dr. Ayustawati, PhD, penyakit usus buntu adalah kasus emergency atau darurat.
Usus buntu yang meradang bisa pecah dan isi sumbatan yang mengandung bakteri bisa menginfeksi seluruh organ usus hingga menumbulkan peradangan pada selaput usus atau peritonitis.
Peritonitis bisa mengancam jiwa penderita jika tidak segera diobati.
Untuk mengantisipasi kondisi ini, baik bagi siapa saja untuk dapat mengenali beragam gejala usus buntu sebagai langkah diagnosis awal.
Berikut gejala usus buntu yang bisa diwaspadai:
Cara memastikan kondisi usus buntu
Gejala-gejala usus buntu bisa menyerupai penyakit lain, seperti gastroenteritis (mencret karena infeksi atau keracunan makanan), hamil di luar kandungan, dan termasuk penyakit infeksi ginjal, jantung atau paru-paru.
Diagnosis peradangan usus buntu dilakukan dengan pemeriksaan badan yang mendetail dan berhati-hati, mengingat gejala yang mungkin dirasakan oleh pendrita.
Cara diagnosis termudah yakni dengan menekan dengan lembut pada area yang sakit.
Jika tekanan tiba-tiba dilepaskan, nyeri perut pada kasus usus buntu biasanya akan terasa hebat.
Hal ini menandakan bahwa peritoneum yang berdekatan meradang.
Dokter mungkin juga bakal mencari kekakuan perut dan kecenderungan pasien dalam mengeraskan otot-otot perut yang merupakan respons terhadap tekanan pada usus buntu yang meradang.
Jika dengan cara ini diagnosis belum jelas, dokter mungkin akan melakuakan pemeriksaan darah dan melakukan pemeriksaan ultrasound atau rontgent dengan CT scan.
Apabila diagnosis yang jelas belum juga didapatkan dari semua pemeriksaan tambahan tersebut, dokter spesialis bedah biasanya akan tetap memilih mengoperasi usus buntu.
Hal itu dapat diputuskan karena faktor risiko yang mungkin ditimbulkan jika ada peradangan usus buntu tersembunyi (berhubungan dengan lokasi dari apekdiks penderita), yang tidak bisa teradar dengan pemeriksaan-pemerikaan di atas.
Proses operasi usus buntu
Melansir WebMD, sebelum usus buntu dikeluarkan, pasien biasanya akan diminta minum antibiotik untuk melawan infeksi.
Pasien biasanya akan mendapatkan anestesi umum, yang berarti akan tertidur untuk prosedur operasi.
Dokter mengeluarkan usus buntu melalui sayatan sepanjang 4 inci atau dengan alat yang disebut laparoskop (alat mirip teleskop tipis yang memungkinkan dokter melihat kondisi di dalam perut pasien).
Prosedur ini disebut laparoskopi.
Jika pasien menderita peritonitis, ahli bedah juga akan membersihkan perut dan mengeringkan nanah.
Pasien biasanya baru dapat bangun dan bergerak dalam waktu 12 jam setelah operasi.
Sementara, pasien pascaoperasi usus buntu dapat kembali ke rutinitas normal kurang lebih membutuhkan waktu 2-3 minggu.
Namun, jika pasien memilih tindakan laparoskopi, pemulihan mungkin akan lebih cepat.
https://health.kompas.com/read/2020/09/08/163100368/8-gejala-usus-buntu-dan-cara-membedakan-dengan-penyakit-lain