KOMPAS.com – Tekanan darah adalah salah satu hal penting yang perlu diperhatikan selama kehamilan.
Jika tidak terkendali, baik tekanan darah rendah (hipotensi) maupun tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa membahayakan kesehatan ibu hamil dan bayi yang dikandung.
Dibanding hipotensi, hipertensi mungkin terlihat jauh lebih sering terjadi pada kehamilan.
Melansir Mayo Clinic, tekanan darah tinggi selama kehamilan dapat menimbulkan berbagai risiko yang baik diketahui ibu hamil.
Ini mungkin termasuk:
1. Aliran darah menurun ke plasenta
Padahal jika plasenta tidak mendapatkan cukup darah, bayi dalam kandungan mungkin akan menerima lebih sedikit oksigen dan lebih sedikit nutrisi.
Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan yang lambat (pembatasan pertumbuhan intrauterine), berat badan lahir rendah, atau kelahiran prematur.
Kelahiran prematur sendiri dapat menyebabkan masalah pernapasan, peningkatan risiko infeksi, dan komplikasi lain pada bayi.
2. Solusio plasenta
Preeklamsia yang disebabkan oleh darah tinggi pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta, di mana plasenta terlepas dari dinding dalam rahim sebelum melahirkan.
Solusio yang parah dapat menyebabkan pendarahan hebat, yang dapat mengancam jiwa ibu hamil maupun bayi dalam kandungan.
3. Pertumbuhan bayi melambat atau menurun
Hipertensi terbukti bisa juga menyebabkan komplikasi kehamilan berupa pertumbuhan bayi melambat atau menurun (retardasi pertumbuhan intrauterin).
4. Cedera pada organ ibu hamil yang lain
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan cedera pada otak, jantung, paru-paru, ginjal, hati, dan organ utama lainnya. Dalam kasus yang parah, ini bisa mengancam jiwa.
5. Persalinan prematur
Terkadang persalinan dini diperlukan untuk mencegah komplikasi yang berpotensi mengancam nyawa saat ibu hamil memiliki tekanan darah tinggi selama kehamilan.
6. Penyakit kardiovaskular di masa depan
Preeklamsia akibat hipertensi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) di masa depan.
Risiko ibu hamil terkena penyakit kardiovaskular di masa depan lebih tinggi jika pernah mengalami preeklamsia lebih dari sekali atau pernah mengalami kelahiran prematur karena memiliki tekanan darah tinggi selama kehamilan.
Oleh sebab itu, selama kehamilan, setiap ibu hamil dianjurkan kontrol kandungan secara rutin, salah satunya untuk memastikan tekanan darah dalam kondisi normal.
Lantas, berapa sebenarnya tekanan darah normal pada ibu hamil?
Tekanan darah normal pada ibu hamil
Merangkum berbagai sumber, tekanan darah normal pada ibu hamil pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kondisi orang dewasa pada umumnya.
Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pembacaan tekanan darah normal pada orang dewasa sendiri adalah 120/80 mmHg.
Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan sistolik, yakni tekanan saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh.
Sedangkan angka 80 mmHg menunjukkan tekanan diastolik, yaitu tekanan saat jantung relaksasi dan menerima darah yang kembali dari seluruh tubuh.
Seseorang dapat didiagnosis mengalami tekanan darah rendah atau hipotensi jika bacaan tekanan darahnya di bawah 90/60 mmHg.
Di sisi lain, bacaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg pada kehamilan bisa menunjukkan kondisi tekanan darah tinggi.
Melansir Medical News Today, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menyatakan bahwa tekanan darah wanita hamil juga harus berada dalam kisaran sehat sekitar 120/80 mmHg.
Penyebab tekanan darah abnormal pada ibu hamil
Kondisi hipertensi dan hipotesi pada ibu hamil memiliki penyebab masing-masing.
Melansir Health Line, pada kehamilan, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yakni hipertensi kronis dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi kronis mengacu pada tekanan darah tinggi yang terjadi sebelum kehamilan. Ibu hamil juga dapat didiagnosis dengan kondisi ini jika mengalami hipertensi selama 20 minggu pertama kehamilan. Ibu hamil mungkin masih memiliki kondisi tersebut setelah melahirkan.
Sedangkan, gangguan tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan kehamilan pada umumnya berkembang setelah 20 minggu pertama kehamilan.
Sebuah tinjauan pada 2016 yang diterbitkan dalam Jurnal Integrated Blood Pressure Control menunjukkan bahwa usia, obesitas, dan masalah kesehatan yang mendasari tampaknya berkontribusi pada hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Meskipun kondisi ini biasanya hilang setelah melahirkan, ibu hamil tetap saja punya risiki untuk bisa terus mengalaminya.
Sementara itu, kejadian hipotensi pada ibu hamil bisa langsung berhubungan dengan kehamilan.
Ini terjadi karena sistem peredaran darah ibu hamil berkembang selama kehamilan untuk mengakomodasi janin.
Saat sirkulasi darah mengembang, ibu hamil mungkin akan mengalami sedikit penurunan tekanan darah.
Menurut American Heart Association (AHA), kejadian hipotensi paling sering terjadi selama 24 minggu pertama kehamilan. Namun, jumlah penurunan tekanan darah ini biasanya tidak cukup signifikan untuk menimbulkan kekhawatiran.
Hipotensi pada ibu hamil juga dapat disebabkan oleh:
https://health.kompas.com/read/2021/04/03/160800068/berapa-tekanan-darah-normal-pada-ibu-hamil-