KOMPAS.com - Belum lama ini, sejumlah artis terkenal Tanah Air mengaku sebagai pengidap obsessive compulsive disorder (OCD). Beberapa di antara mereka adalah Aliando Syarief, Rina Nose, Olla Ramlan, Prilly Latuconsina, dan Afgan.
Hal tersebut menarik perhatian masyarakat. Bahkan, mereka mulai mencari tahu apa sebenarnya gangguan kesehatan mental OCD.
Melansir laman International OCD Foundation, OCD didefinisikan sebagai gangguan kesehatan mental yang membuat seseorang terjebak dalam siklus obsesi dan kompulsi.
Obsesi ditandai dengan pikiran dan dorongan yang tidak diinginkan serta mengganggu. Hal ini kemudian memicu perasaan resah dan tidak nyaman.
Guna menyingkirkan atau mengurangi obsesi tersebut, seseorang akan melakukan sesuatu. Perilaku ini disebut sebagai kompulsi.
Meski demikian, tidak semua orang bisa didiagnosis mengidap OCD dengan mengalami siklus tersebut. Salah satu indikasi lain dari gangguan kesehatan mental ini adalah siklus obsesi-kompulsi berlangsung secara ekstrem dan berulang-ulang sehingga mengganggu aktivitas sosial, seperti bekerja.
Faktor pemicu atau trigger OCD sebenarnya beragam. Namun, pemicu umum yang sering dialami seseorang berkaitan dengan keteraturan dan kebersihan atau higienitas. Sebagai contoh, apa yang dialami oleh Aliando.
Ia mengaku memiliki kebiasaan menata sampah dengan rapi sebelum dibuang. Jika tidak ditata terlebih dulu, ia merasa tidak tenang.
Selain kebiasaan itu, Aliando juga memiliki simtom OCD lain, seperti menyusun kulit kuaci, mengulang-ulang lagu, dan mengepalkan tangan hingga perasannya tenang.
Faktor risiko dan terapi
Melansir laman Mayo Clinic, OCD memiliki sejumlah faktor risiko. Pertama, gangguan zat kimia pada otak dan riwayat keluarga dengan gangguan OCD. Kedua, trauma terhadap sesuatu hal. Ketiga, memiliki gangguan kesehatan mental lain.
Adapun OCD tidak dapat disembuhkan seratus persen. Meski demikian, penyintas OCD bisa menjalani dua terapi utama, yakni psikoterapi dan medikasi, agar bisa mengurangi siklus obsesi-kompulsi.
1. Psikoterapi
Jenis psikoterapi yang dianggap paling efektif untuk penyakit OCD adalah cognitive behavioral therapy atau CBT. Terapi ini menerapkan metode exposure and response prevention (ERP).
Selama menjalani terapi dengan metode ERP, pasien akan sengaja dipaparkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan obsesi pasien tersebut secara bertahap agar dapat terbiasa.
Sebagai contoh, jika pasien memiliki obsesi menata sampah sebelum dibuang, ia kan diminta terapis untuk membuang sampah secara langsung tanpa perlu ditata rapi. Hal ini dilakukan secara bertahap dan dipantau oleh terapis untuk bisa mengetahui cara sehat menghadapi ketakutan dan kecemasan terhadap obsesi.
Adapun ERP dapat dilakukan secara perorangan, berkelompok, atau bersama keluarga.
2. Medikasi
Selain psikoterapi, penyintas OCD bisa melakukan terapi medikasi. Terapi ini dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan yang telah diresepkan oleh psikiater. Terapi ini harus dijalani sesuai dengan anjuran dan pengamatan psikiater.
Patut diingat, kamu tidak boleh melakukan diagnosis sendiri atau self-diagnosis untuk menentukan diri sendiri mengidap OCD, apalagi melakukan terapi medikasi secara mandiri. Pihak yang berkewenangan menentukan seseorang mengidap OCD adalah psikiater atau psikolog.
Apabila kamu yang mulai merasakan gejala-gejala OCD, sebaiknya lakukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mengetahui penyakit gangguan mental tersebut secara lebih lanjut dan dapat memperoleh penanganan yang tepat sebelum terlambat.
https://health.kompas.com/read/2022/02/10/173100968/memahami-gangguan-kesehatan-mental-ocd-yang-diidap-sederet-artis-tanah-air