KOMPAS.com - Kemasan plastik makanan, botol air, susu, dan sebagainya bisa mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan.
Masyarakat internasional menyoroti keamanan Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik polikarbonat (PC) yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan.
BPA adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membuat sejenis plastik polikarbonat, sering digunakan untuk FCM (Food Contact Materials), seperti kemasan air galon atau sebagai resin epoksi dalam lapisan pelindung kaleng untuk makanan atau minuman.
Dr. Ulul Albab, Sekretaris Jendral (Sekjen) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan bahwa masyarakat kita sejauh ini hanya menyoroti pengaruh jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi terhadap kesehatan.
"Namun mengabaikan pengaruh kemasan makanan atau minuman tersebut serta kandungan dalam kemasan tersebut terhadap kesehatan," kata Dr. Ulul dalam keterangan pers pada Jumat (12/8/2022).
Data dari Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa sekitar 78 persen industri menggunakan plastik untuk makanan dan minuman kemasan.
Sementara, sekitar 16,5 persen sisanya digunakan untuk kemasan minuman berkarbonasi.
Dr. Agustina Puspitasari, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Tidak Menular PB IDI menyampaikan bahwa secara global, BPA banyak digunakan pada produk-produk, seperti:
Jika partikel BPA digunakan untuk bahan kemasan yang bersinggungan langsung (primer) dengan makanan atau minuman, itu yang bisa membahayakan kesehatan.
Dr. Agustina menjelaskan berdasar beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan plastik BPA memengaruhi fisiologi yang dikendalikan oleh endokrin, kelenjar prostat, serta perkembangan otak pada janin, bayi, dan anak-anak.
Selain itu, paparan plastik BPA juga bisa memengaruh perilaku anak.
Penelitian lain menunjukan bahwa BPA dapat memicu peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular.
Beberapa negara telah menerapkan pengaturan spesifik penggunaan plastik BPA pada kemasan pangan, contohnya:
Bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, BPOM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik.
Caranya dengan melakukan revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K Lukito menegaskan bahwa isu plastik BPA dalam produk pangan olahan bukan masalah kasus lokal atau nasional.
Namun, ini merupakan perhatian global yang harus disikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen.
PB IDI mendukung upaya Badan POM RI dalam kajian regulasi pelabelan BPA pada kemasan plastik demi keamanan dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Dr. Ulul juga mengingatkan semua pihak untuk menerapkan Visi ekonomi plastik baru sesuai dengan rekomendasi UNEP, yakni:
"Mengeliminasi plastik yang tidak kita butuhkan. Berinovasi untuk memastikan bahwa plastik yang kita butuhkan dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, dapat dikomposkan kembali. Serta sirkulasikan semua barang plastik yang kita gunakan untuk menjaganya tetap ekonomis dan ramah lingkungan."
Oleh karena itu, IDI memberikan rekomendasi kepada pemerintah, kalangan industri, dan masyarakat terkait BPA pada kemasan plastik:
https://health.kompas.com/read/2022/08/12/213803768/bahaya-kemasan-plastik-bpa-makanan-dan-minuman-idi-beri-5-rekomendasi