Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kulit Telanjang, Namun Kebal Nyeri dan Panas

Kompas.com - 29/01/2008, 12:22 WIB

CHICAGO, SELASA - Di balik kulitnya yang telanjang tanpa bulu, tikus mondok bergigi tonggos yang hidup di Afrika Timur ternyata memiliki 'kesaktian' yang dicari-cari para ilmuwan. Ia kebal terhadap nyeri akibat guyuran cairan asam dan panasnya cabe pedas.

Tikus tersebut banyak menghabiskan waktunya di lubang-lubang tanah yang sesak dengan kadar oksigen rendah hingga kedalaman dua meter. Selain sosoknya yang unik, ia juga berdarah dingin, tidak seperti mamalia pada umumnya yang berdarah panas.

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa kulitnya sangat sensitif terhadap sentuhan. Namun, saat mempelajari lebih lanjut, Thomas Park dari Universitas Illinois, Chicago, AS, menemukan bahwa tubuhnya tidak mengandung substansi P, zat kimia tubuh yang membentuk perasaan sakit kepanasan di kulit mamalia pada umumnya.

Pada peneliti mengujinya dengan menyuntikkan cairan asam dan capcaisin, komponen aktif pada cabe. Bayangkan saja seperti apa rasanya seperti luka ditetesi jeruk lemon atau kulit dioles cabe. Namun, tikus mondok itu tak memperlihatkan gejala sakit atau panas sama sekali.

"Ketahanannya terhadap asam sangat mengejutkan," kata Park yang melaporkan temuannya dalam jurnal online PLoS Biology. Hampir semua kulit hewan, dari ikan, katak, reptil, burung, hingga mamalia umumnya sensitif terhadap asam.  

Para peneliti memperkirakan, kemampuan tersebut berkembang karena tikus mondok banyak menghabiskan waktu di dalam tanah. Hewan pengerat itu banyak menghirup udara dengan kadar karbon dioksida tinggi sehingga jaringan tubuhnya  berpori-pori sempit. Hal tersebut membuat jaringan bersifat asam sehingga tidak peka lagi terhadap asam.

"Kita menghirup udara dengan kadar karbon dioksida kurang dari 0,1 persen. Jika manusia menghirup udara dengan kadar karbon dioksida minimal 5 persen, akan merasakan sensai terbakar, nyeri, dan tersengat di mata dan hidung," kata Park.  Ia memiliki hipotesisi bahwa tikus mondok sudah biasa menghirup udara dengan kadar karbon dioksida minimal 10 persen.

Dengan mempelajari tikus mondok lebih mendalam, para peneliti berharap dapat menerapkannya dalam pengobatan sakit kronik. Sistem reseptor rasa sakit pad mamalia dibangun dengan struktur yang mirip, sehingga struktur ketahanan tikus mondok mungkin dapat memberi petunjuk bagaimana mengatur sistem tersebut.(LIVESCIENCE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com