Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gito Rollies, Berjuang Melawan Limfoma

Kompas.com - 28/02/2008, 20:31 WIB

KIRA-KIRA tiga tahun, Gito Rollies harus berjalan dibantu tongkat sampai akhirnya sang rocker ini tutup usia. Kemampuan gerak rocker gaek saat menderita sakit memang terbatas. Ia didiagnosis mengidap kanker kelenjar getah bening atau limfoma.

Penulis buku Sujud Haru ini beberapa kali bicara soal penyakitnya entah di hadapan orang banyak atau segelintir orang. ¨Saya selalu senang diundang untuk berbagi pengalaman tentang penyakit yang sungguh menyakitkan ini,¨ paparnya dengan suara datar dua tahun lalu, 2006.

Saat itu Gito pernah bertutur. Semua peristiwa yang dialami pria kelahiran Biak, 1 November 1946 ini berlangsung begitu cepat. Di awal tahun 2005 ia merasakan ada yang sangat mengganggu di pinggang sebelah kanan. Rasa pegal linu dan sakit luar biasa sering dirasakan meski ia tidak sedang beraktivitas berat.

Gangguan itu kadang mereda setelah minum jamu atau ramuan antipegal linu. Sebaliknya, meski sudah dipijat maupun diberi obat, rasa sakit dan linu di pinggang tak juga mereda. Merasa terapi yang dilakukan selama ini tak memberikan hasil, Gito memutuskan pergi ke dokter.

¨Waktu itu saya diberi suntikan. Hasilnya, linu dan ngilu di pinggang itu hilang untuk beberapa hari, sebelum akhirnya rasa sakit luar biasa itu kembali muncul. Rasanya seperti orang sakit gigi, tetapi di pinggang. Pokoknya sakit banget,¨ tuturnya. Selama mencoba menahan rasa sakit untuk beberapa saat, rasa gamang muncul di benaknya. Atas saran dokter sekaligus keinginan mengunjungi anak keduanya yang tinggal di Singapura, Gito pun memeriksakan keluhan yang dialami.

¨Sewaktu berangkat, hati kecil saya terus berontak. Sepertinya saya sehat dan bugar, jadi yakin tak ada masalah. Keyakinan itu sepertinya benar karena setelah diperiksa, memang tak ada gangguan serius. Namun, dokter sempat berpesan agar saya berhati-hati jika kesemutan,¨ ungkapnya. Tak Mereda Setelah balik kembali ke Jakarta, rasa sakit luar biasa itu ternyata tak kunjung mereda. Hingga suatu saat pesan dokter yang terus diingatnya hampir tiap hari itu terjadi juga.

Tanpa sebab yang pasti, rasa kesemutan itu muncul. Tak lebih dari dua hari berikutnya, kedua kakinya mendadak tak bisa digerakkan hingga akhirnya lumpuh. ¨Kenyataan itulah yang langsung menggugurkan keyakinan saya selama ini, sekaligus meyakinkan bahwa apa yang saya alami ini adalah sesuatu yang serius. Tepatnya Maret tahun lalu atas saran dokter, saya periksa kembali ke Singapura. Hasilnya tak jauh dari dugaan, saya positif dinyatakan menderita kanker limfoma,¨ tuturnya sedih.

Hari-hari berikutnya tentu tak hanya derita sakit luar biasa di pinggang atau beban hati yang terus berontak menyadari kenyataan yang dialaminya. Gito merasakan dirinya menjadi tak lebih dari anak kecil yang ke mana pun harus bergantung pada orang lain. Seperti penderita kanker umumnya, Gito pun mulai membiasakan diri untuk menjalani berbagai terapi yang tak hanya menyiksa, tetapi juga menguras pikiran dan materi.

Secara fisik, dalam hitungan pekan, berat badannya turun drastis (turun 10 kg lebih dari berat awal 79 kg), wajahnya terlihat pucat seperti petinju yang kalah KO. Rambutnya juga mulai rontok seiring kemoterapi yang harus ia lakoni. ¨Pokoknya seperti monster orang bilang. Menakutkan! Kuku ibu jari dan kaki berubah menjadi kehitam-hitaman pada ujungnya. Tak cukup itu, mulut ini semakin malas bicara karena bekapan sariawan. Derita ambeien juga tak ketinggalan. Sudahlah pokoknya tak hanya sakit, tetapi juga menderita,¨ paparnya.

Secara psikologis, kondisi fisiknya yang semakin lemah juga memberikan beban tersendiri. Setidaknya Gito mengaku sempat merasa bersalah atas segala hal yang pernah dilakukannya di masa lalu. ¨Saya tetap berusaha mengambil hikmahnya. Mungkin ini karena kehidupan saya dulu yang salah. Yang pasti, saya sudah berhenti merokok beberapa tahun sebelum penyakit ini datang,¨ ucapnya, tanpa memberikan penjelasan gaya hidup seperti apa yang salah.

Selanjutnya hampir tiap tiga minggu sekali ia menjalani kemoterapi di Singapura maupun di dalam negeri. Terapi yang sangat mahal ditambah beragam obat itu tentu saja butuh dana yang tidak sedikit. Kondisi ini membuat ia dan keluarganya harus pontang-panting mencari biaya. Uang tabungan pun mulai menipis. Sempat juga terpikir di benaknya menjual rumah di kawasan Bintaro untuk dijadikan tambahan.

¨Mungkin Tuhan ingin kami hidup di rumah yang lebih kecil. Syukurlah, rencana itu tak benar-benar terjadi. Tak kurang hampir 1 miliar rupiah dana yang dibutuhkan selama pengobatan, di antaranya sumbangan dari teman-teman sesama seniman maupun anggota masyarakat yang bersimpati pada saya. Kenyataan inilah yang membuat saya bersyukur dan sadar, kita tak berarti apa pun tanpa bantuan orang lain,¨ ungkapnya.

Sebagai bagian dari penyembuhan sekaligus untuk meningkatkan kemampuan fisik karena waktunya lebih banyak dihabiskan di atas ranjang, Gito memutuskan menjalani operasi. Selain untuk menangani kanker yang diderita, operasi ini dilakukan untuk memasang pen di pinggang. ¨Sampai sekarang saya masih pakai pen, sehingga setiap berdiri dari tempat duduk atau tempat tidur harus hati-hati. Jalan pun belum leluasa benar. Karena itu, ke mana pun pergi saya harus ditemani tongkat ini,¨ sebutnya, seraya menunjukkan tongkat yang setia dalam genggamannya.

Meski berhasil memperbaiki kemampuan geraknya, tindakan itu ternyata juga memberikan efek lain, di antaranya munculnya rasa kebas (mati rasa) di seluruh bagian tubuh yang semula lumpuh, yakni dari ujung kaki hingga pangkal paha. Selain itu, ia juga merasakan repotnya menderita inkontinensia (kencing tak tertahan) yang ikut berkembang menyertai gangguan kanker yang dideritanya. Hingga sekarang kedua keluhan itu masih dialaminya. Setiap kali berjalan ia merasa seperti hantu yang tak menapak tanah. Ketakutan yang sering terjadi adalah ketika mandi.

¨Karena mati rasa, saya takut terpeleset atau jatuh ketika di kamar mandi dan itu pernah terjadi. Sejak itu dipasang karpet khusus. Sampai sekarang ritual mandi, buang air besar maupun kecil adalah hal yang paling saya takutkan,¨ paparnya sambil tersenyum. Setelah sempat beberapa kali kedodoran karena inkontinensia (mudah ngompol), ia mulai membiasakan diri untuk menyatukan ritual mandi dan buang air besar di pagi hari.

Awalnya dirasakan agak susah, tetapi karena harus begitu agar tak repot, Gito pun menjadi terbiasa. ¨Saya hanya mandi sekali sehari. Alhamdulillah, setiap pagi saya buang air besar. Repot jika harus di luar rumah. Selain masih susah ditahan, saya tidak bisa jongkok saat buang air besar. Harus duduk. Inilah yang kadang membuat bingung, padahal kegiatan saya sekarang justru banyak di luar rumah. Untunglah teknik jepit lepas lumayan membantu,¨ tambahnya, sambil menjelaskan teknik Kegel yang dipelajarinya.

Di tengah cobaan berat, ia merasa mendapat berkah luar biasa. Setidaknya di saat-saat susah, terutama setahun terakhir ini, perhatian dan kasih sayang Michelle van der Rest, sang istri, tak pernah surut. ¨Dialah yang terus setia mendampingi dan memberikan dorongan secara psikologis menghadapi masa terberat dalam hidup saya hingga sekarang. Ternyata bule ini benar-benar mencintai saya,¨ ucapnya bangga.

Saat ini berdasarkan hasil pemeriksaan dokter dan uji laboratorium, termasuk pemeriksaan MRI, kondisinya sudah lebih dari 80 persen. Tubuhnya sudah terasa bugar meski untuk gerak masih terbatas dan dibantu oleh tongkat. Berat badannya juga sudah lumayan proporsional, yakni 65 kg dengan tinggi 170 cm. Selain rutin periksa ke dokter setiap bulan, ia diwajibkan mengonsumsi suplemen maupun vitamin beragam jenis.

Dari kejadian tersebut Gito benar-benar menyadari dan merasakan langsung bagaimana sebuah nikmat sehat itu adalah anugerah luar biasa, sehingga wajib disyukuri sekaligus dipelihara dengan pilihan hidup sehat. ¨Jadi, tak harus sakit dulu baru kita menyadari betapa nikmat sehat itu luar biasa,¨ kata pria yang memiliki nama asli Bangun Sugito ini menutup pembicaraan.

Percayalah, Tuhan selalu memberikan berkah seiring cobaan yang diberikan. Hal itulah yang benar-benar dipahami Gito Rollies. Jauh sebelum menderita kanker limfoma stadium empat, ia sadar betul pentingnya hidup sehat. Dalam hal makan, sudah sejak lama ia membatasi asupan nasi, gorengan, maupun daging merah yang pernah jadi kegemaran.

Ketika asyik ngobrol usai berbagi pengalaman di sebuah acara, ia spontan menolak ketika ditawari untuk makan oleh panitia dan lebih memilih jus jeruk. Ia mengaku sudah terbiasa mengurangi asupan karbohidrat, lebih memilih sayur atau kentang. Demikian juga sumber protein, dipilih dari putih telur, ikan, dada ayam, maupun tahu dan tempe. Lemak didapatkan dari minyak zaitun, jambu mete, kacang-kacangan, dan alpukat.

¨Saya menyebut pilihan itu sebagai pola hidup baru. Siapa pun bisa melakukannya. Hasilnya, selain badan bugar dan tidak cepat lapar, kanker yang saya derita jadi lebih bisa dikendalikan. Syukur-syukur bisa sembuh total,¨ ujar bapak empat anak ini. Selama setahun terakhir ia menyadari betapa bahagianya ketika sedang sakit banyak pihak yang memberikan perhatian, baik dalam bentuk materi, tenaga, maupun jasa pengobatan. Baginya kenyataan itu sangat membantunya berjuang melawan limfoma. Khusus untuk bantuan jasa pengobatan inilah Gito mengaku memiliki pengalaman menarik.

Selepas kunjungannya ke Singapura awal tahun lalu untuk melakukan medical check up, rumahnya sering didatangi orang yang menawarkan beragam ramuan, jamu, maupun metode pengobatan bagi kesembuhan penyakitnya. ¨Puluhan orang datang dengan beragam tawaran, mulai paranormal hingga pengobat alternatif. Bahkan, meja di ruang tengah penuh dengan beragam ramuan, buah, atau daun berkhasiat, hingga sejengkal tanah yang katanya bermanfaat untuk penyembuhan,¨ ucapnya.

Ia mengaku hanya berpikir apa yang diberikan mereka tulus dan hanya dilandasi rasa ingin membantu. Karena itu, tak ada keraguan untuk meminum maupun mencoba beragam tawaran pengobatan tersebut. Tak terkecuali tawaran untuk melulurkan tanah di tengkuknya.

Author : Lalang Ken Handita

Suorce : Gaya Hidup Sehat

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com