Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bali, Cuma Tinggal Cerita

Kompas.com - 16/07/2009, 02:01 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim merasa khawatir dalam dua puluh tahun ke depan pariwisata Bali ditinggalkan orang akibat kesalahan para penentu kebijakan, baik pihak eksekutif maupun legislatif.
    
Pihak eksekutif maupun legislatif, selama ini sering kurang tepat dalam mengambil keputusan terkait pengelolaan sumber daya budaya dan lingkungan hidup, katanya saat berkunjung ke Bali Safari and Marine Park, Gianyar, Rabu (15/7).
    
Untuk bisa mempertahankan Bali agar tetap menarik kunjungan wisatawan, katanya, dalam setiap mengambil keputusan pembangunan dan pengelolaan pariwisata, pemerintah bersama DPRD harus tetap berpedoman pada konsep Tri Hita Karana. Ini merupakan konsep tradisional Hindu Bali, yang menekankan pentingnya menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan manusia dengan alam sekitar.
    
Menurut Emil Salim, sudah seharusnya para penentu kebijakan di Bali tetap berpijak pada Tri Hita Karana, yang merupakan salah satu kearifan budaya Pulau Dewata.
    
"Tolong disampaikan kepada eksekutif dan legislatif di Bali, agar jangan hanya memikirkan kepentingan ekonomi sesaat saja. Pikirkan keberlangsungan pariwisata Bali yang hijau dan alami di masa yang akan datang," ujar Emil Salim.
    
Di era otonomi daerah ini, katanya, seharusnya para penentu kebijakan di Bali tidak hanya memikirkan pendapatan asli daerah (PAD) semata, yang salah satunya diperoleh dari pemberian izin pembangunan hotel, vila dan rumah makan di lokasi-lokasi yang seharusnya tetap dibiarkan hijau.
    
Emil Salim juga mengatakan bahwa kondisi alam Bali saat ini berada di ambang kehancuran akibat eksploitasi pariwisata yang berlebihan.
    
Banyaknya vila dan hotel yang melanggar sempadan pantai dan jalur hijau, menunjukkan bahwa para penentu kebijakan belum memahami konsep pembangunan pariwisata yang sudah dibuat sejak pertengahan tahun 1970. "Padahal di tahun 1970-an dan 1980-an wisatawan mancanegara datang berlibur ke Bali untuk melihat alam dan budaya masyarakat Bali yang tidak dapat dijumpai di negara asal mereka. Wisatawan itu datang untuk melihat sistem subak, sawah terasering, serta pemandangan alam yang begitu luar biasa," ujar Emil Salim.
    
Tetapi sekarang, semua itu nyaris tidak dapat ditemui karena di tengah-tengah sawah sudah ada vila mewah, atau hotel dan bangunan lainnya yang memiliki ketinggian melebihi ketinggian pohon kelapa.
    
Emil Salim juga memberi contoh maraknya pembangunan vila di beberapa kabupaten di Bali, yang akan mempercepat kerusakan secara sporadis alam dan lingkungan sekitarnya. "Kalau di tengah-tengah sawah terasering kemudian dibangun vila mewah,  sudah pasti akan memotong jalur air, dan air yang seharusnya untuk subak serta pertanian akhirnya habis untuk puluhan hingga ratusan vila di satu tempat," katanya.
    
Oleh karena itu, ia mengimbau agar para penentu kebijakan di Bali, baik eksekutif maupun legislatif, kembali berpijak pada konsep nenek moyang Hindu Bali, yakni Tri Hita Karana.
    
Dengan demikian, Bali akan tetap menarik dikunjungi wisatawan mancanegara karena pembangunan pariwisata dilakukan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com