Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antisipasi Serbuan Obat Impor China

Kompas.com - 11/01/2010, 03:55 WIB

Jakarta, Kompas - Penerapan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China dinilai akan memperketat persaingan bisnis obat di Indonesia, terutama obat generik bermerek. Untuk itu, pelaku usaha farmasi lokal dituntut lebih efisien dalam produksi.

Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Anthony Ch Sunarjo, Minggu (10/1) di Jakarta, pasar farmasi di Indonesia kian prospektif.

Saat ini total nilai omzet produk farmasi secara nasional Rp 30 triliun dalam setahun dan 85 persen di antaranya termasuk produk farmasi dalam negeri.

Pada tahun 2010, pasar farmasi di Indonesia diperkirakan tumbuh 8 persen seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat.

Dengan penerapan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China, obat-obatan impor dari China akan menyerbu pasar Indonesia.

Apalagi harga sebagian obat dari China lebih murah dibandingkan dengan produksi lokal. ”Ini ancaman bagi industri farmasi lokal,” ungkap Anthony Ch Sunarjo.

Hambatan nontarif bagi impor obat dari China, seperti izin edar dan persyaratan cara produksi obat yang baik, diperkirakan bisa segera diatasi oleh negara tersebut.

”Dengan pola Pemerintah China, persyaratan itu akan bisa dipenuhi dalam 2-3 tahun ke depan,” ujarnya.

Di sisi lain, penerapan FTA tersebut bisa mengefisienkan produksi obat dalam negeri karena dengan FTA, bahan baku obat dapat diimpor dari China dengan lebih murah. Saat ini 80 persen dari bahan baku obat diimpor dari China, antara lain obat antikanker, obat bagi penderita diabetes, dan obat hipertensi.

”Pembebasan bea masuk bahan baku obat dari China sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap biaya pokok produksi obat,” ujar Anthony. Bea masuk bahan baku obat dari China relatif rendah, yaitu 0-15 persen.

Karena itu, pihaknya berharap pemerintah segera mengeluarkan aturan yang bisa melindungi produk farmasi dalam negeri. Pemerintah juga diharapkan membenahi infrastruktur, seperti listrik dan transportasi, agar produksi obat bisa lebih efisien.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Pengembangan Bisnis PT Kalbe Farma Sie Djohan menyatakan, sebenarnya pro-duk farmasi dari Indonesia kompetitif dibandingkan dengan produk China.

Bahkan, Kalbe mengekspor produknya ke sejumlah negara di ASEAN dan Afrika. Obat-obatan generik bermerek banyak diekspor ke Sri Lanka, Myanmar, dan Vietnam. Adapun obat bebas diekspor ke Filipina dan Malaysia.

Namun, penerapan FTA tidak langsung meningkatkan volume ekspor obat ke negara-negara ASEAN dan China. Hal itu disebabkan produsen obat dari Indonesia masih menghadapi hambatan nontarif, di antaranya perizinan dan persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu obat bisa diedarkan di negara tujuan ekspor. (EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com