Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bedah Plastik, Tak Hanya untuk Kecantikan

Kompas.com - 18/01/2010, 15:40 WIB

KOMPAS.com - Kemajuan teknologi kedokteran saat ini memungkinkan siapa saja untuk menjalani rekonstruksi pada tubuhnya. Rekonstruksi, atau perubahan bentuk wajah dan anggota tubuh lain ini seharusnya tidak melulu dipandang secara negatif. Rekonstruksi wajah dan payudara tidak hanya dibutuhkan oleh wanita yang menginginkan hidung yang lebih mancung, atau payudara yang lebih montok, tetapi juga oleh pasien bibir sumbing, pasien kanker payudara, pasien dengan tulang kepala yang bocor akibat pengangkatan tumor, bayi yang lahir tanpa tulang tengkorak, atau pasien dengan kelainan wajah lain yang begitu parah sehingga kerap tak menyerupai manusia lagi.

Namun siapa saja yang menginginkan rekonstruksi wajah atau anggota tubuh seperti ini, hendaknya mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya sebelum menjalani operasi. Jangan sampai nasib Anda berakhir seperti mantan Miss Argentina tahun 1994, Solange Magnano, yang tewas akibat proses pengencangan bokong pada November 2009 lalu. Penyebab kematiannya ditengarai akibat terjadinya emboli, atau penyumbatan pembuluh darah akibat materi yang tidak larut.

''Setiap pasien yang ingin bedah plastik, harus menanyakan dengan jelas seperti apa prosedurnya. Dan yang pasti jelaskan, seperti apa ekspektasi terhadap hasil operasi itu,'' tegas dr Enrina Diah, SpBP, dari klinik Ultimo Aesthetic & Dental Center.

Namun bedah plastik memang menjadi pilihan bagi orang yang mampu menjalaninya, dari segi finansial, untuk mengubah bentuk tubuh menjadi lebih baik. Misalnya saja, prosedur untuk memancungkan hidung, membesarkan kelopak mata, atau membuat bibir terlihat lebih penuh.

Operasi hidung biasanya dilakukan dengan implan tulang rawan dari telinga. Operasi ini dilakukan secara bertahap, dan hanya butuh satu kali operasi saja. Meskipun demikian, hasilnya bisa bertahan seumur hidup. Untuk kelopak mata, bisa bertahan 7-10 tahun. Sementara untuk membentuk bibir menjadi lebih penuh, digunakan filler yang bertahan 1 tahun. Bisa juga dengan menggunakan lemak sendir, yang bisa bertahan seumur hidup.

Sedot lemak adalah prosedur lain yang cukup diminati pasien. Maklum, hasilnya kini lebih halus dan lebih sedikit pendarahan. ''Cara ini juga tidak merusak kulit,'' tegasnya.

Teknologi terkini untuk sedot lemak disebut Vaser, yang memanfaatkan gelombang ultrasound generasi ketiga. Gelombang tersebut akan menghancurkan lemak menjadi butiran-butiran halus, sehingga lemak yang disedot lebih cepat karena tidak terhambat.

''Dulu, lemak yang diambil kadang-kadang masih berbentuk gumpalan-gumpalan yang besar. Gumpalan yang terlalu besar inilah yang kadang menjadi penyumbat pembuluh darah dan bisa menyebabkan kematian,'' ujar lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1997 ini.

Operasi sedot lemak hanya berlangsung sekitar 1-2 jam, dan memungkinkan pasien untuk langsung pulang di hari yang sama.

Di samping prosedur-prosedur yang sudah populer dan lebih "mudah", ada pula prosedur yang lebih ekstrim, yaitu pembedahan rahang. Operasi ini sangat mengutamakan presisi, agar bagian tubuh yang semula berantakan dapat dirapikan. Bila prosedur ini berjalan sesuai yang diharapkan, wajah akan berubah total.

''Operasi ini juga hanya butuh hitungan jam saja. Semua operasi dilakukan dari dalam mulut, sehingga tidak terlihat bekasnya,'' imbuh Enrina, yang merupakan dokter bedah craniofacial (bedah seputar wajah dan kepala) pertama di Indonesia.

Dengan menjalani prosedur semacam ini, tak jarang pasien yang semula dilihat sebagai "monster" oleh lingkungannya, akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com