Lodeba (31), warga Jakarta, merasakan betul perbedaan pemberian air susu ibu bagi kedua buah hatinya, Ariela (3,8) dan Dextra (1,1). Pada kelahiran anak pertamanya, Ariela, pengetahuannya mengenai ASI masih terbatas. Sayangnya, tenaga kesehatan pendamping persalinan tidak banyak membantu.
Setelah persalinan, saya dan bayi dipisahkan. ASI juga tidak langsung diberikan. Air susu saya belum keluar waktu itu dan perawat khawatir bayi nanti kelaparan sehingga langsung diberi susu formula sejak hari pertama. Setelah itu baru dibarengkan ASI yang mulai keluar,” ujarnya. Selanjutnya, membiasakan Ariela untuk menyusu butuh perjuangan. ”Baru satu minggu setelah lahir Ariela bisa menyusu,” ujarnya.
Saat kelahiran anak kedua, Dextra, Lodeba mencari lebih banyak informasi tentang ASI. Dia mulai mengenal inisiasi menyusu dini (IMD) yang mulai ramai diperkenalkan. Persalinan keduanya sungguh berbeda, meskipun di rumah sakit bersalin yang sama. Kali ini, sesaat setelah melahirkan (tali pusar belum dipotong), perawat meletakkan bayi di dadanya. ”Dextra merayap sendiri mencapai payudara saya. Dalam waktu lima menit, dia sudah menemukan dan menyusu. Belum ada ASI yang keluar,” ujarnya.
Putri keduanya, Dextra, mendapatkan ASI eksklusif. ”Dextra langsung fasih menyusu. Putri saya yang kedua tubuhnya kuat dan jarang sakit. Biasanya, kakaknya sakit duluan baru menularkan ke anggota keluarga lainnya,” ujar Deba. Ia berharap para tenaga kesehatan lebih banyak lagi yang tahu soal pemberian ASI.
Inisiasi menyusu dini
Pemberian ASI eksklusif idealnya diawali IMD. Setelah itu dilanjutkan ASI eksklusif selama enam bulan. Jika memungkinkan, dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun. Penelitian Karen M Edmond di Ghana terhadap 10.947 bayi membuktikan, IMD menurunkan angka kematian neonatus (bayi yang baru lahir) hingga 22 persen. Penelitian itu dipublikasikan di jurnal Pediatric tahun 2006.
Dalam seminar ”Advance Issues on Breastfeeding”, pekan lalu, Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia—sekaligus dokter spesialis anak—Utami Roesli mengatakan, IMD masih relatif baru diperkenalkan di Indonesia. Berbeda dengan ASI eksklusif yang mulai disosialisasikan sejak tahun 1980-an walaupun belum banyak dipraktikkan.
Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan tanpa menghilangkan kulit putihnya. Setelah tali pusat dipotong, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan dibiarkan mencari puting susu ibunya. Kulit bayi dibiarkan tetap bersentuhan dengan kulit ibu selama satu jam agar menyusu sendiri. Selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan, biasanya untuk penimbangan.
Begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh dari IMD, antara lain menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat, bayi mendapat kolostrum yang penting bagi kekebalan tubuh. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali dikeluarkan kelenjar payudara. Cairan itu mengandung sel darah putih dan antibodi khususnya imunoglobulin (IgA) yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan.
IMD juga merangsang produksi ASI, melatih bayi menyusu, mempererat kasih sayang ibu dan bayi, dan meningkatkan kelangsungan hidup sang bayi.