YOGYAKARTA, KOMPAS -
Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yogyakarta Tonny Agus Wijaya, partikel abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi cenderung tersebar merata tertiup angin.
Dari sisi kesehatan, menurut dokter Bambang Sigit dari RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, menghirup abu vulkanik pekat berbahaya. ”Konsentrat abu yang tinggi bisa timbulkan radang paru-paru mematikan,” ujar Bambang, Senin (8/11).
Abu vulkanik juga memicu munculnya penyakit pernapasan kambuhan seperti asma atau sesak napas. Beberapa gas berbahaya dalam abu vulkanik antara lain sulfur dioksida dan karbon monoksida.
Menurut Ketua Satuan Tugas Mitigasi Bencana Merapi Fakultas Teknik UGM, yang juga staf pengajar di Jurusan Teknik Geologi UGM Agus Hendratno, abu vulkanik mengandung silika 55–60 persen. Silika adalah bahan utama membuat kaca.
Melalui layar mikroskop dengan perbesaran hingga 1.000 kali, sisi-sisi runcing abu vulkanik terlihat.
Masker berjenis N 95 yang berbahan kain dan lebih rapat dianjurkan. Masker bedah kehijauan yang banyak digunakan masyarakat bisa jadi pilihan. ”Masker harus digunakan ketika abu vulkanik bertebaran di udara,” kata Bambang.
Selain bagi kesehatan, abu vulkanik juga membahayakan penerbangan. Jarak pandang di udara sangat terganggu.
Saat masuk ke sela-sela lubang udara, abu memengaruhi indikator suhu hingga indikator kecepatan pesawat. Jika masuk ke dalam turbin, kemampuan turbin berputar terpengaruh.
Dampak terburuk, turbin mati, mesin mati, sehingga pesawat bisa jatuh. ”Logikanya seperti kipas angin. Ketika banyak debu menempel di situ, performa putarannya menurun,” ujar anggota Satgas Mitigasi Bencana Merapi FT UGM, Saptono Budi Samudra.
Alasan itu pula yang membuat Bandara Adisutjipto Yogyakarta kembali ditutup aktivitas untuk penerbangan komersial dan sipil. Penerbangan menuju Yogyakarta direkomendasikan dialihkan ke Bandara Ahmad Yani Semarang yang relatif aman dari dampak abu vulkanik Merapi.
”Sejak pukul 10.00 (Senin), Bandara Adisutjipto kami tutup hingga waktu yang belum ditentukan. Hal ini demi keselamatan karena abu vulkanik Merapi bisa membahayakan penerbangan,” kata Direktur Operasi dan Teknik PT Angkasa Pura I Harjoso Tjatur Priyanto, Senin