KOMPAS.com — Meski masih dalam tahap awal dan baru bisa menampilkan bayangan-bayangan, mata bionik membuat para tunanetra memiliki harapan untuk dapat melihat.
Sistem mata bionik ini terdiri dari kacamata dengan kamera video kecil yang menangkap gambar dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Sinyal tersebut diteruskan ke elektroda yang ditanamkan di mata pasien dengan cara pembedahan. Sinyal tersebut dikirim ke saraf optik dan otak. Pasien akan melihat kilatan cahaya dan bentuk buram.
"Tingkat penglihatannya masih kasar, tetapi ini masih dalam awal perkembangan," kata Gislin Dagnelie, ahli mata yang menangani pasien-pasien tunanetra di Johns Hopkins University, Baltimore.
"Kami masih harus mempelajari cara berkomunikasi dengan retina. Intinya begitu," tambahnya. Dalam waktu 10-15 tahun lagi, menurut Dagnelie, mudah-mudahan sudah ada alat yang benar-benar mengembalikan penglihatan.
Saat ini, alat yang versi barunya bernama Argus II sudah digunakan di Amerika Serikat dan Eropa. Harganya sekitar 100.000 dollar AS.
Elias K (72) adalah salah satu pasien yang sudah menggunakan Argus II. Elias didiagnosis menderita retinitis pigmentosa yang tidak dapat disembuhkan. Mulai usia 43 tahun, penglihatannya menghilang secara bertahap. Penglihatannya hilang total 5 tahun lalu.
Tahun 2009, Elias diajak dokternya untuk bergabung dalam percobaan teknologi untuk perbaikan mata. Elias antusias untuk ambil bagian. Sekarang, setiap pagi ia mengenakan kacamata, memasang alat nirkabel di pinggangnya, dan berdiri menghadap jendela. Ia menunggu suara mobil mendekat dan ketika mobil itu melintas, ia melihat satu blok cahaya. Elias juga dapat membedakan obyek berwarna cerah yang ditempatkan pada latar belakang gelap. Elias juga dapat berkeliling ruangan dan mengetahui posisi jendela dan pintu.
"Tanpanya aku tidak bisa melihat apa-apa. Namun ketika kugunakan, ada harapan baru," kata Elias yang saat ini berlatih di laboratorium bersama Dagnelie seminggu sekal. Setiap sesi pelatihan, Elias diminta melacak obyek yang tampil di layar komputer. Mereka juga keliling kompleks rumah sakit, belajar menentukan posisi obyek. (Alex Pangestu/Discovery News)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.