Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker Payudara Masih Perlu Sosialisasi

Kompas.com - 24/09/2011, 02:42 WIB

Jakarta, Kompas - Bersama kanker leher rahim, kanker payudara menjadi kanker pembunuh utama perempuan di negara berkembang. Kesadaran perempuan untuk memeriksakan diri secara teratur masih rendah. Padahal, kanker dapat disembuhkan jika terdeteksi sejak dini.

”Semakin dini deteksi dilakukan, kesempatan untuk sembuh akan lebih besar. Sosialisasi masih harus terus dilakukan untuk menggugah kesadaran perempuan agar mendapat kesempatan sembuh lebih besar,” kata Dr See Hui Ti, konsultan senior kanker dari Parkway Cancer Centre Singapura, saat berbincang dengan wartawan, Jumat (23/9), di Jakarta. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menyongsong bulan Oktober sebagai ”Bulan Kesadaran akan Kanker Payudara”.

Ia memaparkan, sejak menginjak pubertas, perempuan wajib memeriksa payudara sendiri. Namun, pemeriksaan sendiri tidak dapat mendeteksi kanker payudara berukuran kecil, yakni kurang dari satu sentimeter (cm).

Untuk itu deteksi dilakukan dengan alat mamografi. Melalui mamografi, sekitar 90 persen kanker payudara ditemukan.

Rendahnya kesadaran masyarakat menyebabkan banyak pasien kanker payudara ditemukan dalam stadium lanjut, yakni sudah berukuran sekitar 5 cm.

Hal ini membuat pengangkatan kanker mengubah bentuk payudara. Jika dilakukan operasi rekonstruksi dibutuhkan biaya lebih besar.

Padahal, jika tumor baru berukuran 0,5 cm, pengangkatan tidak mengubah bentuk payudara, seperti yang ditakutkan banyak perempuan.

See Hui Ti mengatakan, perempuan berusia 30 tahun sampai 40 tahun yang memiliki riwayat keluarga kanker dianjurkan untuk tes darah terkait pemeriksaan genetika.

Ahli nutrisi dari Parkway Cancer Center, Fahma Sunarja, mengatakan, potensi penyakit kanker dapat ditekan dengan pola hidup sehat. Ia mengakui, di masa kini sulit untuk menghindari paparan polutan.

”Kita bisa mulai dengan tidak mengotori tubuh dengan rokok dan alkohol,” kata dia. Perempuan sebaiknya minum bir maksimal 300 mililiter per hari (sekitar satu gelas) atau anggur 100 mililiter per hari.

Konsumsi suplemen, demikian Fahma, perlu disesuaikan dengan kebutuhan tubuh agar tak berbalik menjadi zat yang justru mengganggu tubuh. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com