Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehamilan dan Infeksi HIV

Kompas.com - 16/10/2011, 14:20 WIB

Dr Samsuridjal Djauzi

Saya menikah dua tahun yang lalu. Saat ini, saya dalam keadaan hamil dua bulan. Saya telah berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan. Keadaan saya baik, tetapi dokter menganjurkan saya untuk menjalani tes hepatitis B, HIV, dan beberapa tes lain. Saya setuju saja, tetapi agak ragu untuk menjalani tes HIV. Saya merasa tak berisiko, tetapi suami memang pernah menggunakan narkoba pada waktu SMA selama setahun. Setelah itu bersih dan dapat melanjutkan pendidikan sampai tamat menjadi sarjana teknik.

Terus terang saya takut jika positif. Namun setelah saya renungkan kembali, lebih baik saya tahu status saya daripada tidak peduli. Setelah mendiskusikan dengan suami, saya setuju untuk tes dan suami juga ikut tes. Hasilnya sangat mengejutkan, saya positif dan suami juga positif.

Terus terang kami amat terpukul karena kami merupakan keluarga muda yang punya cita-cita untuk membangun keluarga bahagia setelah kuliah sekian lama. Namun, kami bertekad untuk menghadapi keadaan ini. Saya rajin mencari informasi di internet, tampaknya penelitian mengenai infeksi HIV sekarang ini banyak yang memberi harapan.

Ibu hamil dapat dicegah agar tak menulari bayinya. Apakah di negeri kita pencegahan dan terapi HIV sudah sama dengan di luar negeri? Saya mendengar bahwa Indonesia juga telah memproduksi obat HIV. Apakah mutunya cukup baik seperti obat di luar negeri? Apa yang dapat saya lakukan agar kami sekeluarga dapat tetap sehat?

(N di B)

Jawaban Memang benar dalam berbagai pertemuan ilmiah mengenai HIV mulai timbul optimisme bahwa infeksi HIV akan dapat dikendalikan dan bahkan ada wacana infeksi HIV juga akan dapat disembuhkan. Optimisme ini timbul berdasarkan hasil penelitian dalam bidang pencegahan dan terapi. WHO telah berani menetapkan pencapaian pada tahun 2015 sebagai berikut:

1) Penurunan kasus HIV baru pada perempuan dan laki-laki muda sebesar 50 persen, 2) penurunan kasus HIV baru pada bayi dan anak sebesar 90 persen, dan 3) penurunan kematian yang berkaitan dengan HIV sebesar 50 persen. Bahkan, para pakar mulai mencanangkan pada masa depan dapat dicapai tiga keadaan yang disebut sebagai three zero.

Keadaan tersebut adalah tidak adanya kasus HIV baru, tidak adanya lagi kematian karena HIV, dan tidak adanya lagi diskriminasi. Untuk mencapai itu semua, kita harus bekerja keras. Sebagian besar upaya pencegahan dan terapi yang dapat dilaksanakan di luar negeri juga telah dijalankan di negeri kita.

Memang sekarang tenaga kesehatan sedang gencar-gencarnya mendorong masyarakat untuk tes HIV. Kita berupaya untuk mendeteksi HIV pada keadaan dini sehingga terbuka kesempatan untuk mendapat terapi sekaligus melakukan pencegahan agar tak menular ke orang lain.

Obat untuk HIV yang disebut obat antiretroviral (ARV) sekarang diketahui tidak hanya bermanfaat untuk mengobati orang yang terinfeksi, tetapi juga merupakan pencegahan untuk penularan ke orang lain.

Suami yang HIV positif, jika mengonsumsi ARV dengan benar, jumlah virusnya dapat menjadi tak terdeteksi sehingga risiko penularan kepada istrinya menjadi amat kecil. Adapun pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu ibu hamil perlu minum obat ARV, proses kelahiran melalui operasi sectio caesaria, dan pemberian susu formula.

Risiko penularan dari ibu hamil HIV positif ke bayinya sekitar 35 persen, yang terdiri dari risiko selama kehamilan 7 persen, pada waktu melahirkan per vaginam 15 persen, serta dari air susu ibu 13 persen.

Sebenarnya jika ibu hamil minum ARV cukup lama sehingga jumlah virus dalam tubuh dapat ditekan serendah mungkin, risiko penularan melalui kelahiran dan air susu ibu akan menurun tajam. Itulah sebabnya di negara-negara Afrika yang penggunaan ARV-nya telah berjalan baik tidak diperlukan operasi dan bayi dapat tetap diberi susu eksklusif.

Namun pada pengalaman kita di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), kebanyakan ibu hamil datang ke rumah sakit setelah hamil besar. Bahkan, ada yang datang untuk melahirkan sehingga kesempatan untuk menggunakan ARV menjadi amat pendek. Karena itu, para dokter masih menganjurkan operasi dan penggunaan susu formula. Dengan cara ini, risiko penularan yang semula 35 persen dapat diturunkan menjadi 2 persen.

Langkah

Langkah apa yang perlu Anda lakukan dengan suami? Anda dan suami perlu berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi selanjutnya. Beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan CD4 (kekebalan tubuh), fungsi hati, dan hemoglobin mungkin diperlukan. Jika telah memenuhi persyaratan, Anda dan suami akan mendapat obat ARV.

Dari keluhan Anda, baik Anda maupun suami tampaknya belum mempunyai keluhan. Terapi ARV yang dini menguntungkan karena mencegah terjadinya infeksi oportunistis. Jika telah terjadi infeksi oportunistis (biasanya jika CD4 < 200), diperlukan obat infeksi oportunistis selain obat ARV. Di RSCM, sekarang teman-teman ODHA (orang dengan HIV/AIDS) yang menggunakan obat ARV sekitar 5.600 orang. Sebagian besar sudah dalam keadaan stabil, dapat bersekolah atau bekerja kembali. Pada keadaan stabil, biasanya mereka cukup datang dua bulan sekali untuk konsultasi dan pengambilan obat ARV.

Indonesia merupakan negara kedua yang memproduksi obat ARV di ASEAN setelah Thailand. Produksi obat ARV di negeri kita dimulai sejak 8 Desember 2003. Obat ini diproduksi oleh PT Kimia Farma, perusahaan farmasi milik pemerintah.

Sejak tahun 2004, ODHA di negeri kita telah menggunakan obat ini. Hasilnya amat baik. Penelitian di RSCM menunjukkan 93 persen virus di tubuh ODHA menjadi tak terdeteksi setelah penggunaan 6 bulan. Namun jangan lupa, meski virus sudah tak terdeteksi, obat ARV masih harus tetap dikonsumsi. Di negeri kita, layanan persalinan untuk ibu hamil HIV positif telah dapat dilakukan di kota kota besar.

Di RSCM, setiap tahun dilakukan pertolongan 60-70 ibu hamil yang HIV positif. Hasilnya memuaskan. Menurut penelitian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, hanya sekitar 4 persen bayi yang lahir dari ibu hamil yang menjalani upaya pencegahan ini positif. Mudah-mudahan angka tersebut akan dapat ditekan lagi sehingga kita juga dapat mendukung WHO bahwa pada tahun 2015 kasus HIV baru pada bayi dan anak menurun 90 persen.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com