Fakta pertama, Jakarta tergolong tinggi untuk gangguan mental dan emosional, seperti depresi dan perilaku agresif. Kedua, jumlah penderita gangguan jiwa ringan naik dari 159.029 orang pada tahun 2010 menjadi 306.621 orang pada triwulan kedua 2011. Ketiga, gangguan jiwa banyak menimpa warga usia produktif, yaitu 20-40 tahun.
Sudah saatnya kebijakan pemerintah Ibu Kota mengarah ke pembangunan kota sehat jiwa. Lingkungan fisik dan psikis di Jakarta sudah demikian buruk dan membuat warganya mudah tertekan. Kemacetan di jalan, persaingan di tempat kerja, ditambah pola hidup yang kurang sehat membuat warga Jakarta rentan mengalami gangguan jiwa.
”Mulai dari depresi ringan hingga berat mudah menghinggapi penduduk Jakarta. Mulai dari merasa tidak bahagia, tidak peduli dengan lingkungan, hingga halusinasi dan menyakiti diri sendiri sering terjadi,” kata Direktur Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan Bella Patriajaya.
Yang terlihat kemudian adalah tawuran, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan narkoba, perceraian, dan bunuh diri. Fenomena ini, menurut Guru Besar Departemen Psikiatri Universitas Indonesia Sasanto Wibisono, fenomena gunung es masalah kesehatan jiwa.
”Di bawahnya ada banyak persoalan yang tidak tampak, seperti kebijakan perkotaan yang kurang tepat, kekacauan sistem nilai sosial budaya, perubahan pola hidup, serta turunnya toleransi dan kepedulian sosial,” ujar Sasanto.
Contoh kecil, setiap hari ribuan kendaraan memadati jalan raya di Jakarta. Saat yang sama, jalur busway harus steril dari kendaraan lain. Kondisi itu menimbulkan dorongan bagi sebagian pengendara untuk melanggar peraturan lalu lintas dengan menerobos masuk jalur busway.
Pilihan menerobos tersebut diambil karena pengendara terdesak keterbatasan waktu untuk sampai di tempat kerja tepat waktu di tengah kemacetan yang berlangsung berjam-jam. Pengendara sadar bahwa dia melanggar peraturan lalu lintas, tetapi daripada terlambat tiba di tempat kerja dia memutuskan melanggar peraturan.
Sebagus apa pun fasilitas perawatan penderita gangguan jiwa jika akar persoalan dari hulu tidak diselesaikan, kesehatan jiwa warga kota tidak akan meningkat. Fasilitas ini pun masih menjadi persoalan karena jumlahnya belum memadai.
Dari dua rumah sakit pemerintah, satu rumah sakit swasta, dan empat panti laras di Jakarta, tempat tidur yang tersedia tak lebih dari 1.000 unit. Padahal, Jakarta memerlukan setidaknya 30.000 tempat tidur untuk perawatan gangguan jiwa.