oleh Astri Pramarini *
Sering kali kita membaca di milis dan media sosial adanya permintaan ASI donor karena beberapa sebab misalnya ibu meninggal, ibu sakit, bayi masuk NICU, persediaan ASI perah habis, ASI belum keluar dan sebagainya. Bagaimana sih posisi ASI donor dalam dunia perASIan? Apakah aman dan disarankan? Kapan sebaiknya memakai ASI donor? Yuk kita bahas bersama–sama.
Pada dasarnya, bayi baru lahir sehat dari ibu yang sehat bisa mendapat ASI secara penuh tanpa perlu tambahan asalkan mendapat kesempatan menjalani Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Rawat Gabung penuh 24 jam bersama ibu, serta bayi menyusu tanpa jadwal dengan posisi dan pelekatan yang efektif.
Lalu kondisi apa saja yang membuat bayi mungkin perlu mendapatkan suplementasi baik berupa tambahan atau pengganti selain menyusu? WHO dan UNICEF mengeluarkan dokumen Alasan Medis Menggunakan Pengganti ASI yang telah dirangkum sebagai berikut :
Indikasi pada bayi yang memerlukan pengganti ASI :
- Inborn errors of metabolism atau kelainan metabolisme bawaan (galaktosemia, fenilkotenouria, penyakit urin sirup mapel)
Indikasi pada Bayi yang Mungkin Memerlukan Suplementasi:
- Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (kurang dari 1500 gram) atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu
- Bayi berisiko hipoglikemia karena gangguan adaptasi metabolik atau peningkatan kebutuhan glukosa (Kecil Masa Kehamilan, prematur, mengalami stres hipoksik/iskemik, bayi sakit, bayi dengan ibu yang menderita diabetes) jika kadar gula darahnya gagal merespon pemberian ASI
- Bayi dengan kehilangan cairan akut (misal karena fototerapi untuk jaundice) dan menyusui serta memerah ASI belum bisa mengimbangi kebutuhan cairan
- Turunnya berat badan bayi berkisar 7 – 10% setelah hari ke 3 – 5 karena terlambatnya laktogenesis II
- BAB bayi masih berupa mekonium pada hari ke 5 pasca persalinan
Indikasi pada Ibu :
- Ibu dengan HIV + (keputusan pemberian minum pada bayi sebaiknya melalui proses konseling saat ibu hamil)
- Ibu sakit berat (psikosis, sepsis, eklamsia atau mengalami renjatan/syok), infeksi virus Herpes Simpleks tipe 1 dengan lesi di payudara, infeksi varicella zoster pada ibu dalam kurun waktu 5 hari sebelum dan 2 hari sesudah melahirkan
- Ibu mendapat sitostatika, radioaktif tertentu seperti Iodine 131, obat – obatan antitiroid selain Propylthiouracil
- Ibu pengguna obat terlarang
- Ibu mengalami kelainan payudara, riwayat operasi pada payudara, atau jaringan payudara tidak berkembang
Kita lihat dari kedua paparan di atas, maka sebagian besar kondisi di atas terjadi di hari–hari awal kelahiran. Dengan mempertimbangkan keuntungan dan risikonya, keputusan menggunakan suplementasi harusnya berdasarkan penilaian dan evaluasi dari konselor laktasi, dokter anak dan dokter kebidanan mengenai proses menyusui yang meliputi; observasi saat menyusu langsung pada payudara, evaluasi pasokan ASI, riwayat persalinan, evaluasi posisi, pelekatan, kekuatan hisap, kemampuan menelan, dan penilaian kondisi bayi secara menyeluruh. Kondisi pada ibu dan bayi akan menentukan apakah suplementasi ini bersifat sementara atau menetap. Perlu diingat juga, tujuan akhir dari suplementasi ini adalah untuk mempertahankan menyusui.
Hierarki suplementasi
Dari tabel di atas serta tujuan akhir suplementasi bisa kita lihat utamanya adalah memaksimalkan produksi ASI ibu baik dalam menyusu langsung, ASI perah segar ataupun sudah dibekukan. Di sini peranan seorang konselor laktasi sangat penting untuk membantu ibu mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi ASInya. Jika dirasa belum cukup, barulah dicarikan tambahan yang bisa berupa ASI donor yang sudah dipasteurisasi ataupun formula bayi, yang diberikan sedemikian rupa sehingga tetap menjaga dan mempertahankan keberlangsungan proses menyusui ibu dan bayi.
ASI donor di Indonesia
Dalam hierarki suplementasi, ASI donor dari bank ASI dan sudah dipasteurisasi menjadi urutan berikutnya setelah ASI dari ibu si bayi. Hanya saja, di Indonesia tidak ada Bank ASI yang melakukan skrining terhadap pendonor ASI serta kultur dan pasteurisasi terhadap ASI donor.
Lalu bagaimana kita menyikapinya? Meskipun ASI memang yang terbaik bagi bayi, kita tidak bisa menutup mata terhadap kemungkinan ASI terpengaruh dengan penyakit yang diderita atau gaya hidup pendonor ASI (infeksi HIV, Hepatitis B dan C, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, bertato atau body piercing). Apalagi sebagian besar penerima ASI donor adalah bayi baru lahir, bayi prematur atau bahkan bayi sakit.
Ada baiknya bagi ibu yang akan mendonorkan ASInya bagi bayi lain menyeleksi dirinya sendiri dengan hal-hal sebagai berikut:
Tidak Disarankan Mendonorkan ASI:
Disarankan memeriksakan dirinya dan terbukti negatif secara serologis terhadap: HIV-1 dan HIV-2, HTLV-I dan HTLV-II, Hepatitis B, Hepatitis C, dan sifilis. Pemeriksaan ini juga berguna jika dilakukan setiap ibu yang hamil untuk mencegah penularan penyakit dari ibu ke bayi. Pemeriksaan dan kriteria donor di atas juga perlu diulangi setiap kehamilan atau persalinan baru.
Sedangkan bagi orang tua yang memutuskan menerima ASI donor (tanpa melalui Bank ASI) ada baiknya mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
Menyiapkan ASI Donor
Jika pada akhirnya diputuskan menggunakan ASI donor yang belum dipasteurisasi, ada 3 teknik perlakuan terhadap ASI yang bisa dilakukan yang biasa mengurangi penularan penyakit (terutama HIV) melalui ASI.
1. Pasteurisasi Holder
ASI dipanaskan dalam wadah kaca tertutup di suhu 62,5?C selama 30 menit. Biasanya dilakukan di Bank ASI karena membutuhkan pengukur suhu dan pengukur waktu.
2. Teknik Flash Heating
ASI sebanyak 50 ml ditaruh dalam botol kaca/botol selai ukuran sekitar 450 ml terbuka di dalam panci alumunium berukuran 1 liter berisi 450 ml air. Kemudian panci dipanaskan di atas kompor sampai air mendidih, matikan, kemudian botol kaca berisi ASI diangkat dan didiamkan sampai suhunya siap untuk diminum bayi.
3. Pasteurisasi Pretoria
Panaskan air sebanyak 450 ml di panci alumunium berukuran 1 liter sampai mendidih. Matikan kompor. Letakkan botol kaca terbuka yang berisi ASI sebanyak 50 ml di dalam panci selama 20 menit. Kemudian angkat dan diamkan sampai suhu ASI siap diminum bayi.
Kalau kita lihat dari 3 teknik tadi, yang paling mungkin dilakukan adalah teknik nomor 2 dan 3. Manapun, pilih yang paling nyaman bagi ibu dan keluarga. Jika donor ASI dilakukan karena bayi sakit di Rumah Sakit, ingatkan perawat untuk melakukan pemanasan ini sebelum memberikan ASI donor kepada bayi anda.
Semoga bisa menjadi pertimbangan bagi ibu yang akan menerima atau mendonorkan ASI. Salam ASI!
* Ketua Cabang AIMI Jawa Timur. Seorang dokter, konselor laktasi dan juga IBCLC. Aktif mengajar kelas edukasi AIMI di Surabaya, Sidoarjo dan Malang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.