Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Uang Tak Tercegah

Kompas.com - 23/06/2012, 01:58 WIB

Jakarta, Kompas - Pembatasan belanja kampanye tidak termuat dalam naskah Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah yang diusulkan pemerintah. RUU Pilkada relatif tidak menjawab problem krusial pilkada.

”Problem itu adalah maraknya politik uang, rendahnya kualitas pasangan calon, serta buruknya akuntabilitas pemerintahan daerah hasil pilkada,” kata profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, dalam seminar ”Transaksi Politik Pilkada” yang digelar Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, di Jakarta, Jumat (22/6).

Syamsuddin menjelaskan, naskah RUU Pilkada tidak memuat mekanisme mencegah politik uang yang menyebabkan politik biaya tinggi. Tingginya biaya politik memicu penyelewengan kekuasaan untuk mengembalikan ongkos politik. Ia menyebutkan, ada 167 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

Di tempat terpisah, mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu DPR Arif Wibowo menyesalkan tidak dibatasinya belanja kampanye dalam RUU Pilkada. Pemerintah hanya mengusulkan pembatasan besaran sumbangan dana kampanye yang diatur dalam Pasal 98 RUU Pilkada.

Sumbangan dana kampanye perseorangan atau pribadi maksimal Rp 50 juta per orang. Sumbangan dana kampanye dari badan hukum swasta dilarang melebihi Rp 350 juta.

”Pembatasan belanja kampanye ini penting agar pilkada tidak berbiaya tinggi. Saya harap fraksi-fraksi dan pemerintah mendorong pengaturan dana kampanye. Jangan sampai bobol seperti UU Pemilu,” katanya.

Menurut pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, AAGN Dwipayana, tingginya biaya politik dimulai dari membeli kendaraan politik. Selanjutnya, biaya itu dikeluarkan untuk membangun popularitas melalui iklan dan spanduk. Biaya politik lainnya untuk menggerakkan tim sukses.

Biaya yang tak kalah tinggi digunakan untuk membeli suara, baik konvensional melalui serangan fajar maupun melalui proposal bantuan sosial.

Menurut dia, jika aturan belanja politik ini tidak disentuh dalam RUU Pilkada, biaya politik menjadi tidak terkendali.

Menanggapi usulan pembatasan biaya kampanye, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, tidak adanya kampanye akbar akan memangkas biaya politik dalam pilkada.

Menurut dia, pemerintah siap membahas usulan pembatasan dana kampanye calon kepala daerah apabila DPR memiliki formulanya. (INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com