John N. Briere, seorang dosen di University of Southern California School of Medicine, menemukan relasi antara gejala yang nampak pada orang-orang yang cenderung suka menganiaya dengan masa kanak-kanak yang sangat menderita, terutama yang dilakukan Sang Ayah.
Yang disebut aniaya disini tidak terbatas kepada fisik saja. Yang paling sering dan berbahaya adalah serangan yang terus-menerus terhadap harga diri seorang anak. Apalagi yang dilakukan di depan umum. Seperti kata-kata yang tajam terhadap anak. Inilah yang memberikan sumbangan paling besar terhadap terbentuknya kepribadian seorang penganiaya.
Tanpa disadari anak yang besar dengan aniaya dan terlantar secara emosi, mengalami masalah dengan harga diri. Mereka berusaha keras untuk diterima dan dihargai orang lain. Mereka paling takut kalau ditolak atau ditinggalkan oleh orang-orang yang paling mereka kasihi. Tetapi di sisi lain, mereka tertekan oleh kedekatan hubungan tersebut. Ambivalen yang menyakitkan.
Kecenderungan emosi meledak dan suka memukul disebabkan cowok Anda sejak kecil terbiasa memendam emosi negatif. Setelah bertumpuk barulah dia mengeluarkan emosi itu dalam bentuk tindakan fisik. Pada waktu kecil, ia tidak telatih menyampaikan rasa kecewa dan marah secara verbal, dengan perkataan. Karena tidak ada atmosfernya.
Pribadi penganiaya juga disebabkan oleh adanya kecemburuan patologis cowok pada ceweknya, atau sebaliknya. Dia tidak suka melihat anda ceria dan bahagia saat bersama teman teman anda. Marah dan iri bercampur dalam dirinya saat melihat anda supel dan mudah bergaul.
Dia merasa cemburu karena tidak pernah bisa memiliki hal seperti itu. Di bawah rasa cemburu ini tertanam perasaan rendah diri yang sangat kuat, merasa tidak nyaman terhadap keintiman. Rendahnya rasa percaya diri bisa membuat cowok Anda tidak berdaya dan terkena depresi.
Gejala ini biasa disebut dengan adiksi hubungan. Siklusnya adalah: melekat erat - panik - menolak. Melekat erat - panik - menolak. Mereka suka mengendalikan orang lan. Orang yang seperti ini akhirnya sengsara karena hubungan-hubungannya mudah hancur berantakan dengan sahabat baik atau kerabatnya sendiri.
Anak yang pernah dianiaya atau ditelantarkan (diabaikan) orang tuanya di masa kecil akan memendam campuran kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan yang sifatnya sangat mudah meledak. Begitu anak ini menjadi dewasa, apa yang dulu dipendamnya akan mulai naik dan meledak ke permukaan.
Sesudah beberapa kali meledak maka kecenderungan menganiaya itu menjadi tertanam di dalam sistem dirinya. Mereka menjadi terprogram untuk melakukan aniaya terhadap orang-orang dekatnya.
Anak yang dulu jadi korban trauma itu sekarang tumbuh menjadi seorang penganiaya. Sebenarnya ada keinginan dia untuk berubah, namun individu sering kali tidak mampu.