Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cari Cara Melawan "Pencuri" Karya Kreatif

Kompas.com - 21/09/2012, 03:24 WIB

Dunia sudah berubah. Itu pesan yang disampaikan lewat dunia musik. Produk rekaman musik secara fisik hampir berakhir. Sekurangnya, tak lagi diminati. Ini berlaku di seluruh muka bumi, sejauh jaringan internet ada, sejauh layanan telepon seluler terjangkau.

Dalam enam tahun terakhir, penurunan nilai penjualan fisik rekaman musik di seluruh dunia mencapai 40 persen. Berdasarkan data yang dibuat eMarketer dan dilansir oleh www.grabstats.com, pada 2006 nilainya masih mencapai 33,1 miliar dollar AS. Setahun kemudian nilainya turun menjadi 30,6 miliar dollar AS dan terus merosot menjadi 27,5 miliar dollar AS (2008), 24,6 miliar dollar AS (2009), 22,2 miliar dollar AS (2010), dan 19,9 miliar dollar AS (2011).

”Era digital membuat fisik album musik sekarang peminatnya turun. Ini terjadi di seluruh dunia,” kata pengamat musik, Bens Leo.

Namun, ada persoalan dengan Indonesia yang masih bersoal dengan kesadaran untuk menghargai karya cipta seseorang. Pengunduhan musik digital lebih banyak dilakukan secara ilegal.

Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) mengutip data International Federation of Phonographic Industry (IFPI) menyebutkan, ada sekitar 70 situs jejaring yang biasa diakses orang untuk mengunduh musik dan lagu Indonesia tanpa bayar. Tiga di antaranya adalah gudanglagu.com, index-of-MP3.com, dan 4shared.com.

Situs yang paling banyak diunduh adalah 4shared.com dengan sekitar 65 juta pengunduhan dengan jumlah pengunjung 7,5 juta. Diperkirakan nilai yang diunduh mencapai Rp 12 triliun.

Direktur E-Business pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Azhar Hasyim, Selasa (18/9), mengakui sulitnya mengatasi masalah pengunduhan ilegal. ”Diblokir satu, muncul lagi dengan nama lain. Begitu seterusnya,” kata Azhar.

Keluhan yang datang dari industri musik semakin meyakinkan pihaknya untuk segera bertindak dengan mengundang para penyelenggara penyedia layanan internet (internet service provider/ISP). Mereka diminta untuk tidak membiarkan sebagai tempat diunggahnya musik yang secara legal memiliki hak cipta.

”Kalau mereka tidak melakukan, kami yang akan memblokir,” ujar Azhar.

Ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, langsung memblokir situsnya. Kedua, memblokir URL (uniform resource locator). ”Kalau situsnya banyak manfaatnya, yang diblokir URL-nya saja,” kata Azhar.

Kepala Sub-Direktorat Teknologi dan Infrastruktur E-Business Noor Iza menambahkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak Google. Sejauh ini, Google telah memiliki content identification management yang bisa mengidentifikasi musik atau video yang telah didaftarkan hak ciptanya.

”Karena itu, kami minta industri musik untuk proaktif lapor kepada situs seperti 4shared. Lalu kami akan mendukung,” ujar Noor Iza.

UU direvisi

Selama ini, Indonesia masih menggunakan payung hukum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam masalah ini. ”Perkembangan teknologi informasi luar biasa. Karena itu, sekarang UU itu tengah dalam proses revisi,” ujar Direktur Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) Ahmad Ramli, pekan lalu.

Ia lantas menunjukkan beberapa materi baru yang akan ditambahkan, seperti ”konten hak cipta dan hak yang berkaitan dengan hak cipta dalam teknologi informasi dan komunikasi” (Pasal 50-52).

Pasal 51 Ayat (1), misalnya, berbunyi, ”Dalam hal terdapat bukti pelanggaran Hak Cipta dan Hak yang Berkaitan dengan Hak Cipta, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika dapat menutup konten yang melanggar Hak Cipta dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat diakses.”

Ramli mengatakan, ke depannya Indonesia harus memiliki lembaga manajemen kolektif (collecting management organization/CMO) yang berbentuk badan hukum. ”Begitulah yang berlaku di negara maju sehingga karya intelektual seperti musik terus dihargai. Kreativitas pekerja seni tidak padam karena pembajakan,” katanya.

Mencari I-Pop

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Pangestu mengakui, persoalan hak atas kekayaan intelektual harus dimulai sejak anak-anak. ”Harus diajarkan sejak dari sekolah bahwa melanggar HKI sama dengan mematikan industri kreatif,” ujarnya, Rabu (19/9).

Namun, dari sisi industri sendiri, ia berharap juga terus mencari cara baru untuk bisa dikenal dan memasarkan diri. Mari lantas mencontohkan bagaimana industri pop Korea—yang dikenal sebagai K-Pop—kini merambah ke seluruh dunia.

”Kita juga harus bisa mencari sesuatu yang sangat I (Indonesia)-Pop, entah dari sisi musiknya atau koreografinya, harus kelihatan khas Indonesia,” kata Mari.

Melihat kemerosotan industri rekaman musik Indonesia, Mari mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong tumbuhnya berbagai festival dan konser musik. Ia ingat apa yang dikatakan musisi jazz kondang, Quincy Jones, bahwa seorang musisi harus terus tampil di panggung dan tidak hanya berkutat di jalur rekaman. Alasannya, bagaimana ia bisa terkenal jika konsumen tidak pernah melihat.

”Yang dimaksud panggung itu bisa secara fisik maupun virtual,” kata Mari.

Beberapa panggung yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun ini antara lain Indonesia Cutting Edge Music Award dan Festival Lagu Anak. Selain itu, tahun depan juga akan digelar Pesta Musik Rakyat yang diharapkan digelar secara simultan di sejumlah daerah sebelum berpuncak di tingkat nasional.

”Genre musik kita ini besar sekali. Kita punya kekuatan dalam bermusik dan bernyanyi. Tinggal mendorongnya,” kata Mari. (FIT/DOE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com