Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/07/2013, 17:38 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Puluhan dokter yang tergabung dalam Asosiasi Dokter Fungsional Indonesia pada Selasa (30/7/2013) siang menyambangi Balaikota Jakarta untuk menemui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Mereka meminta Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi kembali tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBG's) dan kembali menggunakan pola PPE (Paket Pelayanan Esensial)- menggunakan sistem reimburse.

Iaman Gatina Barus, anggota ADFI yang juga dokter spesialis kandungan dari RSUD Koja menyatakan, dalam penerapan sistem INA CBGs pemerintah hanya membayar sesuai paket pelayanan yang telah ditentukan. Apabila ada selisih dalam pembayaran, maka dokter juga akan menanggungnya.

"Kita sebagai pelaksana yang langsung memegang pasien, menjadi ikut terpengaruh. Kita kan selama ini memakai aturan Jamkesda, yang selama ini tidak ada masalah," kata Iaman, di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).

Melalui penerapan INA CBGs itu pula, Iaman mengkhawatirkan, rumah sakit akan bangkrut karena pemenuhan pelayanan dan biaya yang tidak maksimal. Terlebih, saat ini, Jakarta juga telah menerapkan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Selain itu, belum adanya Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur INA CBGs, kata dia, menjadi salah satu permasalahan, sehingga muncul dugaan kalau penerapan INA CBGs dipaksakan.

Dalam penerapan INA CBGs, menurutnya, tidak dapat mengcover secara keseluruhan pelayanan kesehatan yang digunakan dokter di lapangan kepada pasien. Apabila Kementerian Kesehatan bersama provinsi terus memaksakan untuk menerapkan sistem INA CBGs, maka ia menjamin akan menurunkan kualitas pelayanan dokter kepada pasien.

"Jasa tarif pelayanan dokter spesialis di poliklinik itu cuma Rp 10.000. Dibayar ke kita sudah dipotong pajak. Jadi, kita hanya menerima Rp 8.500 tiap melayani satu pasien," kata Iaman.

Tarif premi INA CBG's yang diberlakukan di Jakarta sebesar Rp 23.000, sedangkan premi nasional sebesar Rp 19.000. Kepala Dinas Kesehatan DKI Dien Emmawati mengakui kalau besaran premi di Ibu Kota lebih besar apabila dibandingkan dengan premi nasional. Kendati demikian, menurutnya, hal itu lebih bagus sehingga kebutuhan pasien bisa dipenuhi melalui premi itu.

DKI Jakarta merupakan proyek percontohan pemerintah pusat untuk menerapkan sistem tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com