Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/09/2013, 13:55 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com — Anemia defisiensi zat besi (ADB) pada anak-anak tidak hanya menimbulkan gejala seperti cepat lelah, lesu, dan tidak bergairah, tetapi juga gangguan tumbuh kembang. Ini tentu merugikan karena dapat menimbulkan risiko cacat permanen hingga dewasa.

Profesor dr Djajadiman Gatot, SpA dari satuan tugas anemia defisiensi besi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, jika anak mengalami ADB maka perlu diperiksa penyebab anemianya. Ketika penyebab ADB adalah dari kekurangan bahan pembentuk sel darah merah, disarankan untuk melakukan perbaikan dari pola makannya.

Selain itu, Djajadiman juga menyarankan orang tua untuk memberikan suplementasi zat besi pada anak yang mengalami ADB. Hanya saja, suplemen zat besi umumnya tersedia hanya untuk orang dewasa. Amankah suplemen tersebut diberikan untuk anak?

Menurut Djajadiman, suplemen besi orang dewasa aman saja diberikan kepada anak asalkan dosisnya tepat. Sebagai perbandingan, orang dewasa usia subur membutuhkan asupan 19-22 mg per hari, maka anak-anak usia satu hingga enam tahun membutuhkan 3-6 mg per hari.

"Suplemennya sama saja, hanya dosisnya yang berbeda," tegasnya.

Tak perlu takut berlebihan

ADB merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai. ADB merupakan keadaan tubuh kekurangan zat besi sehingga memengaruhi fungsi hemoglobin (Hb) dalam mengikat dan mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh.

Djajadiman mengatakan, kelebihan zat besi hampir tidak akan terjadi selama tak ada penyakit lain yang menyertai, misalnya talasemia. Mengonsumsi makanan mengandung zat besi ditambah suplemen pun tidak akan memicu kelebihan zat besi dalam tubuh.

"Tidak semua zat besi yang dimakan dapat diserap oleh tubuh. Tubuh manusia memiliki mekanisme menolak dan menerima. Mungkin dari banyak zat besi yang dimakan, hanya 1-2 mg saja yang diserap," jelas dia.

Meski sangat jarang, tetapi kelebihan zat besi umumnya disimpan di organ seperti hati, jantung, paru-paru, atau otak, dan dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau