Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/09/2013, 12:00 WIB
Unoviana Kartika,
Wardah Fajri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjalani kehidupan normal dan meraih cita-cita menjadi dokter adalah impian Vindy Ariella (22). Namun setelah terdiagnosis mengalami gangguan bipolar (GB), dia harus rela kehidupannya berubah 180 derajat.

Sejak usia 18, Vindy dinilai sudah dewasa oleh ibunya. Mendapatkan kepercayaan dari sang ibu, ia pun kemudian semakin banyak mengetahui masalah dalam keluarga. Namun hal itu justru membuat masalah baru bagi Vindy.

"Awalnya senang dipercaya untuk tahu masalah keluarga, tapi malah membuat aku depresi. Mau membantu tapi belum bisa," ujar gadis kelahiran Jakarta ini.

Sejak merasa depresi, semangat Vindy untuk kuliah kedokteran pun seakan sirna. Dia ketinggalan pelajaran lantaran sering tak masuk kelas. Bahkan pernah hingga beberapa hari tidak keluar rumah, hanya berdiam dirundung emosi kelam di kamar tidurnya.

Tak ingin kehilangan semangat hidup, Vindy pun meminta bantuan psikiater untuk menyelesaikan masalahnya. Psikiater awalnya mengira Vindy mengalami depresi, dan memberikannya obat antidepresan.

Namun bukannya menyebuhkan, antidepresan justru membuat Vindy masuk ke episode lainnya dari gejala GB yaitu mania. Vindy pun merasa sangat berapi-api menjalani hari-harinya. Baiknya, dia dapat mengejar ketertinggalan kuliah dan kembali ceria seperti biasa.

"Masalahnya, saat dalam episode ini, aku tidak bisa mengontrol emosi bahagia, sehingga tidak mampu berpikir rasional. Dalam episode ini, orang bisa menghabiskan puluhan ribu untuk memberi pengemis, belanja hingga berjuta-juta untuk barang yang tidak dibutuhkan," cerita Vindy.

Dalam episode ini juga, Vindy jadi sulit untuk tidur. Karena saking bersemangat, kata dia, sampai jam 3-4 pagi seakan masih "bertenaga" untuk mengerjakan sesuatu. Sayangnya, begitu ingin mengobrol, Vindy tidak punya lawan bicara. "Teman sudah tidur semua jam segitu," sesalnya.

Jika sudah begitu, biasanya Vindy merasa terkucil dan mulai memasuki episode depresi lagi. Ia pun mulai bertanya-tanya, apa sebenarnya yang dialaminya. Kembali Vindy menyambangi psikiater. Kali itu, psikiater mendiagnosis Vindy mengalami GB.

Psikiater dari Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Nurmiati Amir, mengatakan, GB merupakan gangguan otak yang ditandai dengan perpindahan mood, pikiran, energi, dan perilaku.

Seperti namanya, bipolar berarti adalah dua kutub. Artinya, orang yang terkena gangguan ini pun akan mengalami perubahan mood yang dramatis, dari mood yang sangat bahagia atau dikenal dengan mania menjadi mood yang sangat sedih atau depresi.

Perubahan ini dapat berlangsung dengan cepat tanpa adanya pengaruh keadaan tertentu. Namun, hal ini terjadi karena perubahan cepat dari kadar zat-zat kimia tertentu di otak, salah satunya dopamin. GB memiliki lima episode yang berulang, yaitu depresi, campuran, eutimik, hipomania, dan mania. Waktu setiap episode ini tidak pasti, tergantung pada seberapa baik penanganan pada penderitanya.

GB juga dipengaruhi oleh faktor keturunan atau genetika. "Faktor keturunan berperan, yaitu 60 hingga 65 persen. Namun sering kali tidak serta diturunkan dari orangtua ke anak, tetapi skip dua generasi," ungkapnya.

"Jika cepat ditangani oleh psikiatri, keluarga mengerti dan mendukung keadaan pasien, serta pasien patuh, maka episode akan berlangsung lama dan menetap di episode eutimik yaitu episode normal," papar dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Lebih berguna bagi orang lain

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau