KOMPAS.com - Stroke bisa dicegah dengan mengenali berbagai faktor risikonya. Salah satu faktor risiko penyakit stroke adalah merokok.
Menurut Dr Thomas R Behrenbeck, MD, perwakilan Mayo Clinic di Indonesia, data WHO pada 2010 menyebutkan, 40 persen kejadian jantung, 50 persen kejadian stroke, 60 persen kejadian kanker usus, bisa dicegah bila dikontrol sejak dini. Kebiasaab merokok diperkirakan memberi kontribusi setengah dari berbagai penyakit tadi. Artinya, pada kasus stroke, 25 persen faktor risikonya disebabkan oleh rokok.
Dr Herianto Tjandra, SpS dari Eka Hospital mengatakan banyak perilaku sehari-hari di masyarakat yang menimbulkan risiko penyakit termasuk stroke. Ia menyebutkan sebuah penelitian besar di Framingham, Inggris, mengungkapkan faktor risiko merokok dan kontribusinya terhadap kejadian penyakit seperti jantung, stroke, dan lainnya.
"Penelitian besar dan lama di Framingham, sebuah daerah di Inggris yang dikenal dengan pencatatan sipil baik, mengungkapkan banyak faktor perilaku di masyarakat yang setelah diikuti setiap tahun menimbulkan risiko penyakit jantung, stroke," ungkapnya saat jumpa pers peluncuran Stroke Center Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan, Rabu (2/10/2013).
Ia memaparkan, risiko stroke lima kali lipat lebih tinggi pada perokok dibandingkan mereka yang tidak merokok. Risiko lebih tinggi didapati pada pengidap penyakit jantung.
Faktor risiko
Kepala Stroke Center Eka Hospital BSD, dr Setyo Widi, SpBS(K) mengatakan stroke sebenarnya bisa dicegah, meski jumlah kasusnya masih tinggi. Tingginya angka insidensi stroke banyak dipengaruhi rendahnya pengetahuan masyarakat dunia mengenai penyakit ini.
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak, disebabkan semata-mata oleh gangguan pembuluh darah di otak baik berupa sumbatan atau pecahnya pembuluh darah, yang dapat mengakibatkan kecatatan bahkan kematian.
"Pengetahuan masyarakat tentang stroke masih rendah, terbukti insidensi kasus masih tinggi," ungkapnya.
Ia menyebutkan, angka insidensi stroke di Indonesia, 300.000 kasus baru per tahunnya. Meski belum ada data akurat, satu dari enam orang Indonesia mengalami stroke. Dari angka ini, 50 persen penderita stroke bisa kembali baik, 25 persen bisa pulih sempurna, 14 persen moderat, sementara 30 persennya mengalami catat minor, dan 15 persen berjung pada kematian.
Menurut Setyo, pengetahuan masyarakat tentang berbagai faktor risiko belum baik. Kebiasaan merokok juga menjadi cerminan kondisi sosial masyarakat.
Behrenbeck mengatakan, pencegahan menjadi cara paling baik karena stroke membuat, pasien kehilangan kualitas hidupnya, belum lagi biaya perawatan yang mahal. "Lebih baik dan ekonomis dengan mencegah. Kenali riwayat dalam keluarga. Jika ada anggota keluarga yang mengalami stroke, risiko terkena stroke bisa lebih tinggi," paparnya.
Penting diketahui bahwa stroke tidak selalu terjadi tiba-tiba. Tanda-tanda stroke bisa muncul namun kerap dikesampingkan. Sederhana saja bentuknya dan bisa terjadi hanya dalam waktu beberapa saat saja. Seperti kaki tiba-tiba melemah, cara menulis yang aneh, wajah yang tampak asimetris. Mengenali sinyal awal stroke bisa menjadi cara mencegah penyakit mematikan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.