Tetapi FKUI membantah isu tersebut dan menegaskan, tidak ada dokter residen yang ditarik dari tempat mereka bertugas. Karena, kalau penarikan dokter residen terjadi, banyak pihak merugi. FKUI pun berharap, kasus dr Ayu tak sampai menimbulkan kekhawatiran baik di kalangan dokter residen maupun dinas kesehatan setempat.
"FKUI tidak menarik residen karena dokter residen dibutuhkan di berbagai daerah, dan ada perjanjian kerjasama dengan daerah. Kami memberikan tenaga yang kompetensinya sudah tercapai untuk memberikan pelayanan kesehatan di tempat yang tidak memiliki dokter spesialis atau di daerah terpencil," ungkap Dekan FKUI, Ratna Sitompul saat dihubungi Kompas Health, Sabtu (30/11/2013) kemarin.
Ratna berharap, kasus penahanan dokter tersebut tidak menimbulkan kekhawatiran di kalangan dokter residen yang bertugas, juga keraguan dari dinas kesehatan berbagai daerah yang membutuhkan tenaga dokter spesialis.
"Kekhawatiran ada, tapi tidak terjadi di lapangan. Kita bisa menggunakan jasa dokter yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis ini," terangnya.
Menurut Ratna, jika program pendidikan dokter spesialis yang ditempatkan di berbagai daerah terutama daerah terpencil terganggu oleh kasus dr Ayu, dampaknya bisa luas.
"Yang dirugikan bukan hanya masyarakat yang membutuhkan dokter spesialis, tapi juga dinas kesehatan, dan dokter residen yang sedang meningkatkan keterampilan keahliannya melalui program pendidikan ini," ungkapnya.
Dokter residen atau dokter PPDS adalah dokter yang kompeten di bidang tertentu, namun belum sepenuhnya lulus pendidikan. FKUI mengirim mereka ke tempat yang membutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dokter residen bekerja atas pengawasan dinas kesehatan setempat. Di daerah yang tidak memiliki dokter spesialis, keberadaan dokter residen menjadi penting karena memang kebutuhannya ada.
"Di satu tempat bisa berkumpul beberapa dokter residen, namun tidak selalu seperti itu. Paling lengkap di kepulauan Natuna di sana ada spesialis penyakit dalam, kandungan, mata, jantung, THT, dan lainnya," ujarnya.
Ratna memaparkan, penempatan dokter residen bergantung kepada kebutuhan daerah, dan FKUI menentukan jenis pekerjaannya. Berapa lama waktu bekerja dokter residen? Ini juga kembali melihat kebutuhan daerah, bisa satu minggu, empat minggu atau enam minggu.
Program pendidikan dokter residen bukan semata memenuhi permintaan dinas kesehatan yang merujuk pada kebutuhan masyarakat setempat. Program ini juga menjadi penting untuk memperkaya keterampilan dokter spesialis.
"Dokter spesialis, 10 kali melakukan operasi dia sudah kompeten. Namun jika dokter ditempatkan di satu daerah, dia terekspos dengan banyak masalah kesehatan, ini akan menyebabkan dia lebih terampil," terangnya.
Untuk mengirim dokter residen ke berbagai daerah yang membutuhkan juga ada sejumlah evaluasi. Ratna menjelaskan, FKUI hanya mengirim dokter residen setelah ada perjanjian kerjasama dengan dinas kesehatan setempat. Dokter residen ditempatkan di suatu daerah hanya untuk melakukan pekerjaan yang sudah kami tetapkan sesuai perjanjian. Mereka tidak menjalani praktik dokter spesialis tanpa ada penugasan atau melakukan pekerjaan di luar kesekapatan. FKUI juga akan melihat apakah fasilitas kesehatan sudah tersedia di tempat dokter residen bertugas.
"Misalnya kami ingin mengirim spesialis radiologi, kalau tidak ada alat yang memadai kami tidak akan mengirim karena bisa membahayakan residen atau masyarakat setempat," tegasnya.
Persyaratan yang juga tak kalah penting adalah surat izin praktek dokter residen.
"Agar residen bisa bekerja di tempatnya bertugas, harus melengkapi SIP yang dibuat dinas kesehatan setempat. Yang mengurus SIP harusnya dinas kesehatan, harusnya mereka aktif membantu residen. Selama ini tidak ada masalah pengurusan SIP," kata Ratna.
Secara terpisah, Manajer Akademik dan Kemahasiswaan FKUI, Pradana Soewondo, juga menegaskan FKUI tidak menarik dokter residen dari daerah.
"Perlu kami sampaikan bahwa FKUI tidak menarik PPDS dari daerah. Yang ada kami meminta agar segera mengecek SIP pendidikannya sudah dikeluarkan oleh dinas kesehatan masing-masing sesuai dengan peraturan," terangnya melalui pesan singkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.