Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/01/2014, 09:09 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com– Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) bersama empat organisasi profesi dan BPJS Kesehatan, meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Profesi untuk JKN. Organisasi profesi tersebut adalah Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Satgas tersebut bertugas mengawasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di seluruh Indonesia, melalui perwakilannya di tiap daerah. “Melalui satgas ini diharapkan pasien bisa puas dan dokter memperoleh apa yang menjadi haknya. Satgas ini ada karena hasil rapat terbatas dengan presiden beberapa waktu lalu,” kata Ketua Umum PB-IDI, Zainal Abidin saat peluncuran satgas, Jumat (10/1/2014), di Jakarta.

Dalam rapat tersebut, kata Zainal, presiden merespon keluhan tenaga kesehatan dan masyarakat terkait pelaksanaan JKN. Apalagi sudah terbukti animo masyarakat pada penerapan JKN sangat tinggi. Data dari BPJS per 10 Januari 2014 pukul 12 siang menyatakan, jumlah peserta mandiri mencapai 98.884 jiwa.

“Dengan adanya respons ini maka satgas sudah punya target dalam 3 minggu ke depan. Target terkait peraturan ini tentu harus dipenuhi,” kata Zainal.

Target pertama adalah membuat dasar pengaturan supaya fasilitas kesehatan primer, baik puskesmas dan rumah sakit, tidak menjadi sumber pendapatan daerah tanpa pajak.

Target kedua adalah membuat pengaturan yang jelas persen biaya kapitasi maupun renumerasi yang diterima tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan ini mencakup dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan apoteker. Target ketiga memberikan insentif tambahan bagi tenaga kesehatan, baik di tingkat primer maupun lanjutan. Besaran insentif ini diperkirakan Rp.2-3 juta bergantung kondisi lapangan tenaga kesehatan tersebut.

Menurut Zainal, sudah bukan rahasia bila layanan kesehatan kerap dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bebas pajak. Dengan adanya JKN, praktik ini tidak boleh lagi terjadi. Hal ini dikarenakan biaya yang dikucurkan pemerintah sesuai kapitasi dan biaya paket yang digunakan fasilitas kesehatan. Bila masih dipotong untuk PAD, maka dana tersebut akan semakin kecil, pada akhirnya jasa medik untuk tenaga layanan kesehatan yang menjadi korban.  

Pengaturan juga diharapkan bisa mengatur lebih jelas berapa persen yang menjadi hak tenaga kesehatan. “Dalam pengaturan memang pembagiannya diserahkan pada puskesmas atau rumah sakit. Namun pemerintah tetap harus mengatur supaya fasilitas layanan kesehatan punya standar,” kata Zainal.

Selanjutnya PB-IDI bekerja sama dengan organisasi profesi akan mencari bukti lapangan yang mendukung penerapan aturan. Diharapkan dalam 3-6 bulan bukti sudah terkumpul berikut usulan penerapan aturan di lapangan. Bila target yang ditetapkan tercapai maka aturan tersebut bisa segera diwujudkan.

Awasi kinerja

Selain pelaksanan JKN, satgas ini juga bertugas mengawasi kinerja tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Nantinya satgas akan bekerja sama dengan perwakilannya yang tersebar di semua propinsi. Melalui pengawasan ini diharapkan dokter bisa memaksimalkan pelayanan, sekaligus mengelola fasilitas kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya.

“Nanti kita akan turun ke lapangan dan mengajarkan pengelolaan rumah sakit supaya tidak tekor. Dengan pengelolaan yang baik, pelayanan bisa maksimal dengan hak dokter tetap tertunaikan,” ujar Zainal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau