Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Efek Buruk Gula Dianggap Sama dengan Rokok?

Kompas.com - 07/08/2014, 10:47 WIB

KOMPAS.com — Konsumsi gula bukan hanya terkait dengan obesitas, kerusakan gigi, atau diabetes. Lebih dari itu, konsumsi gula juga memicu kolesterol tinggi, hipertensi, penyakit jantung, bahkan kanker. Tak heran bahwa gula dianggap sama buruk dengan rokok.

Para ahli percaya bahwa gula berdampak toksin pada tubuh sehingga tidak hanya meningkatkan risiko diabetes, tetapi juga penyakit jantung, kanker, dan penyakit kronis lainnya. Padahal, hampir setiap jenis makanan pada era modern ini mengandung gula.

"Gula adalah krisis kesehatan masyarakat paling besar sepanjang sejarah," ujar Dr Robert Lustig, ahli endokrin dari Universitas California.

Dalam jurnal Nature, Lustig dan rekannya menuliskan bahwa gula terlalu berbahaya sehingga penggunaannya harus diatur seperti halnya alkohol dan tembakau.

"Setiap kandungan yang menyebabkan kecanduan, kokain, heroin, dan masih banyak lagi, memerlukan intervensi. Sementara belum ada tindakan terhadap gula, padahal kita membutuhkannya," ujarnya.

Para ahli yang giat mengadvokasi tentang gula mengatakan, gula memicu untaian reaksi toksin di tubuh yang menghasilkan lemak, hormon, dan produk metabolisme yang berbahaya.

Gula ada di hampir setiap makanan kecuali daging, mentega, dan minyak. Namun, terdapat perbedaan besar antara gula yang secara alami terdapat dalam buah, sayuran, dan susu dengan gula yang ditambahkan.

Gula tambahan dalam makanan sehari-hari kita hadir dalam banyak rupa, misalnya gula putih, gula coklat, sirup jagung, atau madu. Gula tersebut biasanya ditambahkan dalam jumlah tinggi dalam produk pangan.

"Alam sebenarnya membuat gula tak gampang didapat, tapi manusia menjadikannya mudah," katanya.

Dari berbagai jenis gula, fruktosa-lah yang paling berbahaya. Sebenarnya fruktosa ditemukan secara alami dalam jumlah sedikit di buah, tetapi dikombinasi dengan glukosa untuk membuat pemanis buatan.

Lantas, mengapa fruktosa berbahaya? Dr Miriam Vos, ahli pencernaan, menjelaskan, "Fruktosa itu jenis gula yang dimetabolisme oleh hati. Jadi, saat kita mengasupnya dan diproses tubuh, gula ini akan tinggal dalam hati dan mulai memproduksi lemak darah berbahaya yang disebut trigliserida," paparnya.

Lain cerita dengan gula yang tidak mengandung fruktosa, seperti glukosa murni dan sirup jagung. Setelah diolah di hati, lalu dialirkan ke peredaran darah, entah tubuh kita memerlukannya sebagai energi atau tidak.

Mengonsumsi fruktosa dan juga menimbun trigliserida, efeknya adalah perlemakan hati dan resistensi insulin, kondisi di mana tubuh tidak cukup memproduksi insulin untuk memecah gula yang kita asup.

Resistensi insulin merupakan penyebab kegemukan dan juga diabetes. Studi-studi teranyar menunjukkan bahwa kondisi ini juga memicu penyakit jantung karena mengasup terlalu banyak gula akan menekan kolesterol baik (HDL).

Kaitan antara resistensi insulin dan pertumbuhan sel tumor juga terus dikaji, meski para ahli belum memiliki satu kesimpulan.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau