Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/11/2014, 19:00 WIB

KOMPAS.com - Tidak ada pasien yang pernah dilayani dr Maria Yosephina Melinda Gampar (34) yang bisa melupakan keramahannya saat memberikan pelayanan kesehatan. Obat ternyata bukan segala-galanya yang berpengaruh dalam proses penyembuhan pasien.

Sapaan yang manis, senyum, dan dukungan moril dari dokter amat membantu proses penyembuhan pasien yang sedang sakit. Amat pas jika predikat dokter teladan tingkat provinsi pun diraih dr Melinda pada tahun 2012.

Hubungan emosional antara dokter dan pasien dipahami benar oleh dr Melinda dalam tugas pelayanan setiap hari. Pasien yang datang ke puskesmas memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap sang dokter atau paramedis.

Tidak mengherankan jika setiap petunjuk, nasihat, resep obat, dan pola hidup sehat yang disampaikan sang dokter ditaati oleh pasien sesuai kemampuan mereka.

Ketika hendak ditemui Kompas di Puskesmas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pertengahan bulan lalu, dr Melinda memilih waktu petang. Ia tidak ingin waktu untuk melayani pasien yang sedang rawat jalan jadi berkurang.

”Saya dipanggil menjadi dokter hanya karena ada orang sakit atau pasien. Tanpa mereka, tugas dan fungsi saya tidak bermakna sama sekali. Karena itu, pasien selalu saya prioritaskan dalam tugas dan pelayanan,” kata dr Melinda.

Kepedulian terhadap pasien itu pulalah yang membuat tim seleksi dokter teladan tingkat Provinsi NTT menetapkan dr Melinda sebagai dokter teladan tingkat provinsi tahun 2012.

Namun, menurut dr Melinda, apa yang dilakukan masih jauh dari kemampuan yang harus diberikan kepada pasien. Lagi pula, pengabdian dan pelayanan yang dijalankan bukan untuk mendapatkan penghargaan atau predikat apa pun, melainkan semata-mata melayani pasien.
Dua jam perjalanan

Status pegawai negeri sipil (PNS) baru disandang dr Melinda pada 2008. Ia sudah melalui masa kerja sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang berlangsung mulai tahun 2006 sampai 2008. Masa PTT sampai dengan status PNS lima tahun dijalani dr Melinda di Puskesmas Waenakeng, Kabupaten Manggarai.

Untuk menuju Puskesmas Waenakeng yang memiliki dua dokter dan lima tenaga perawat ini, dr Melinda harus berkendaraan roda empat selama dua jam dari Labuan Bajo. Puskesmas ini merupakan puskesmas rujukan dari tiga kecamatan terdekat. Setiap hari, puskesmas ini melayani 30-100 pasien rawat jalan dan 5-10 pasien rawat inap.

”Namun, masa paling menyenangkan itu saat bertugas di Puskesmas Waenakeng. Pasien yang datang dari desa-desa tidak punya uang, kecuali membawa telur ayam, sayur, pisang, dan buah-buahan. Tetapi, secara perlahan, pasien menyadari harus membeli obat dan membayar jasa dokter dengan uang sebagai alat tukar resmi,” ungkap dr Melinda.

Ia mengatakan, pasien dari desa sangat ramah dan sopan terhadap dokter. Mereka memahami kesibukan yang dialami seorang dokter sehingga sangat jarang menuntut pelayanan cepat meski untuk itu mereka tidak bisa pulang ke rumah lebih awal.

Meski dari desa terpencil, pasien-pasien paham tentang perbedaan jenis obat yang diberikan dokter dari puskesmas dan obat yang diberikan dokter yang berpraktik sore.

Sepintas warna kemasan obat dari puskesmas sering terlihat sama, yakni kuning dan putih. Sementara obat yang didapat dari dokter praktik sore selalu berbeda-beda kemasan ataupun warnanya.

Akan tetapi, menurut dr Melinda, obat bukan segala-galanya yang bisa menyembuhkan pasien. Meski jenis obat yang diberikan merupakan obat umum yang biasa dikonsumsi pasien, jika obat itu diberikan dengan penuh pelayanan, yakni dengan senyum, keramahan, keyakinan, dan ketulusan hati, pasien yang bersangkutan punya keyakinan untuk cepat sembuh.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau