Sekarang hanya dengan melihat otak seseorang lewat pemindaian MRI, para ilmuwan berhasil mengidentifikasi perokok yang terus menerus kembali ke kebiasaannya menghisap tembakau.
Mereka yang balik lagi merokok dalam seminggu setelah merokok, menunjukkan perubahan signifikan dalam otak mereka ketika mereka "puasa" rokok.
Perubahan tersebut tidak ditemukan pada orang yang sukses berhenti merokok. Perbedaan itu terlihat pada sistem memori kerja otak. Ini adalah bagian dari jaringan otak yang membuat orang fokus dan memiliki pengendalian diri.
Pada orang yang kesulitan berhenti merokok, terdapat sedikit aktivitas di daerah otak pengendalian diri tadi. Menurut para ahli, mengidentifikasi perubahan dalam otak itu bisa memprediksi kesuksesan berhenti merokok pada mereka yang gagal pada tahap awal.
Terobosan ini juga dapat membantu para peneliti menemukan cara-cara baru untuk membantu perokok berhenti. Tes baru itu diakui memiliki tingkat akurasi 80 persen.
Kebanyakan orang yang berhasil tidak merokok selama seminggu juga bisa membuat hidupnya bebas tembakau setidaknya untuk enam bulan setelah itu. Oleh karena itu, memberikan dukungan kepada seseorang dalam tujuh hari pertama sangatlah penting.
Ini adalah pertama kalinya para ahli mengamati perubahan memori kerja otak , yang disebabkan karena tidak merokok, dan telah digunakan untuk secara akurat memprediksi kekambuhan pada perokok.
Penulis utama studi tersebut, Profesor James Loughead, "Respon saraf untuk berhenti bahkan setelah satu hari dapat memberikan kita informasi berharga. Dokter bisa membuat strategi yang lebih personal kepada perokok."
WHO mencatat, secara global lima juta meninggal dalam setahun sebagai akibat langsung dari tembakau, dan 600.000 orang atau lebih mati akibat menjadi perokok pasif.
Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan scan MRI untuk mengeksplorasi secara singkat bagaimana cara berhenti merokok berdampak pada kerja memori.
Penelitian lainnya mengungkapkan, perokok yang mengalami sensasi "nagih" nikotin sering kesulitan mengubah kerja otaknya untuk lebih mengendalikan dirinya. (Eva Erviana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.