Demikian pernyataan Zaenal menanggapi kasus tertukarnya obat anestesi di Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Tangerang, Banten, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (20/2).
Zaenal mengatakan, kasus tertukarnya obat seperti terjadi di RS Siloam Lippo Village amat jarang terjadi. Oleh karena itu, ia meminta perhatian perusahaan farmasi dan pemerintah menuntaskan kasus itu agar tak terulang. ”Saat ini, selain berbicara manfaat obat dan makanan, banyak orang bicara keamanan obat dan makanan. Karena itu, kami sepakat kasus ini harus diselesaikan hingga tuntas,” ujarnya.
Zaenal mengatakan, perusahaan farmasi harus konsisten dengan cara pembuatan dan penyimpanan obat yang benar. Tugas pemerintah ialah mengawasinya. Agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari, pengawasan terhadap perusahaan farmasi perlu diperketat.
Kasus tertukarnya obat di RS Siloam Lippo Village, menurut dia, bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kedokteran secara keseluruhan. ”Pelayanan di rumah sakit tak hanya bergantung pada kapabilitas dokter, tetapi juga manajemen RS, kondisi alat kesehatan, dan obat,” ujarnya.
Sebagai organisasi profesi, IDI mengingatkan agar semua anggotanya selalu berhati-hati dalam melayani kesehatan. Para dokter juga diminta agar bekerja sesuai dengan prosedur medis.
Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) Andi Wahyuningsih mengatakan, tim yang terdiri atas Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Perdatin, memeriksa lebih dalam RS Siloam Lippo Village, dokter anestesi, dokter ahli urologi, serta dokter ahli kebidanan dan kandungan di RS itu. Hasilnya, tak ada masalah dari sisi legalitas izin dan prosedur operasi standar.
Cara pembuatan obat
Di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, manajemen Kalbe Farma optimistis tak ada kesalahan dalam sistem produksinya karena menerapkan cara pembuatan obat yang baik dan benar (CPOB). ”Kalbe memproduksi Buvanest sejak tujuh tahun lalu dan tak pernah ada masalah,” kata Direktur Keuangan dan Corporate Secretary Kalbe Farma Vidjongtius setelah menerima kunjungan Komisi IX DPR ke sarana produksi Buvanest di Cikarang.
Vidjongtius menyatakan, proses produksi obat hingga tahap pelabelan menggunakan mesin otomatis yang secara berkala diinspeksi untuk memastikan standardisasi produk. Dari penelusuran internal terhadap retain sampel, tidak ditemukan ada kesalahan label. Jadi, pihaknya yakin Buvanest dan asam traneksamat tak tertukar di pabrik.
Namun, Kepala BPOM Roy Sparringa, dalam jumpa pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu lalu, menyatakan tertukarnya obat anestesi Buvanest dengan obat anti perdarahan asam traneksamat diduga kuat terjadi di sarana produksi. Ia juga menyatakan, CPOB pada sarana produksi itu tak sesuai harapan.
Setelah tertukarnya obat anestesi Buvanest dengan asam traneksamat yang mengakibatkan dua pasien di RS Siloam Lippo Village meninggal, BPOM telah menginstruksikan penarikan semua batch (kelompok produksi) Buvanest Spinal dan dua batch asam traneksamat, yakni batch nomor 629668 dan 630025. Sejak 12 Februari 2015 dua produk tersebut ditarik. Selain itu, izin edar Buvanest Spinal dibekukan sementara.
Menurut Vidjongtius, dari 13.095 ampul Buvanest Spinal yang diedarkan, 10.972 ampul di antaranya telah ditarik dari peredaran. Sekitar 2.000 ampul sisanya diasumsikan sudah habis terpakai. Pada batch pertama asam traneksamat, dari 27.000 ampul yang diedarkan, 26.000 ampul ditarik dari peredaran. Pada
batch kedua sudah ditarik 13.270 ampul dari 26.500 ampul, sisanya diperkirakan habis terpakai.
Manajer Komunikasi Eksternal Kalbe Farma Hari Nugroho menjelaskan tak semua jenis Buvanest dan asam traneksamat ditarik dari peredaran. ”Yang ditarik hanya Buvanest Spinal dan asam traneksamat injeksi. Jenis lain tak ada masalah,” ujarnya. (ADH/B07)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.