Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/03/2015, 20:59 WIB

Kondisi itu menunjukkan video game bukanlah penyebab tunggal atas maraknya kasus begal akhir-akhir ini. Kepala Bagian Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Dinastuti menilai, kriminalitas yang melibatkan anak muda lebih banyak dipicu masalah ekonomi dan pendidikan.

Sementara itu, tidak segannya pembegal berbuat kasar bisa jadi respons ketakutan mereka saat korban melawan. Kurangnya kemampuan berpikir rasional pada usia muda membuat mereka mudah meningkatkan agresivitas jadi tindakan sadis.

Mirra menambahkan, banyaknya remaja terlibat kriminalitas juga dipicu kekeliruan mereka mencari rujukan bertindak. Lemahnya peran keluarga, sekolah, dan lingkungan membuat remaja yang sedang mencari jati diri justru menjadikan orang dewasa atau teman sebaya anggota geng motor atau kelompok begal sebagai rujukan. Terlebih, di kelompok kriminal itu mereka merasa diterima.

Pengaruh positif

Meski pandangan awam pada video game umumnya negatif, penelitian ahli neuorologi kognitif pada Universitas Jenewa, Swiss, Daphne Bavelier, justru menunjukkan banyak perbedaan. "Dengan dosis wajar, video game bisa berdampak positif dan kuat pada sejumlah perilaku," katanya dalam ceramah yang diunggah di ted.com, Juni 2012.

Dampak positif ataupun negatif itulah yang menimbulkan ketaksaan video game.

Selama ini, terlalu lama bermain video game dianggap menurunkan kualitas penglihatan. Penelitian Bavelier justru menunjukkan, rutin bermain gim malah membuat seseorang terbiasa menyelesaikan hal-hal detail dalam kondisi kacau dan pandangan samar. Hasil ini bisa dimanfaatkan melatih ulang otak agar bisa mengolah citra visual lebih baik lagi.

Video game juga membantu menyelesaikan konflik secara cepat. Orang dewasa muda rata-rata mampu mengamati 3-4 obyek bersamaan, tetapi pemain gim bisa mengamati 6-7 obyek. Temuan itu menunjukkan bermain gim tak membuat seseorang kesulitan berkonsentrasi. Namun, kondisi itu tak berlaku bagi semua orang.

Menurut Mirra, seseorang penderita attention deficit hyperactivity disorder atau gangguan perkembangan otak yang membuat penderitanya hiperaktif dan susah berkonsentrasi, justru harus dibatasi bermain gim. Jika tidak, kian sulit fokus.

Bavelier menambahkan, bermain gim juga melatih seseorang mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Pemain video game terlatih mengalihkan perhatiannya dari satu tugas ke tugas yang lain dengan sangat cepat.

Meski demikian, Bavelier mengingatkan, jenis video game amat beragam sehingga dampak positif tiap gim tak selalu sama. "Dampak positif itu bisa untuk pendidikan dan rehabilitasi penyakit tertentu," tambahnya.

Namun, berapa ukuran pas bermain gim belum ada penelitiannya. Dinastuti mengingatkan, setiap orang perlu membagi waktu hidup secara imbang sesuai aturan "888": delapan jam bekerja/belajar, delapan jam beristirahat, dan delapan jam sisa untuk merawat diri, beraktivitas fisik, berekreasi, sosialisasi, dan banyak hal lain.

Jika delapan jam sisa justru didominasi bermain gim, berarti banyak jatah waktu aktivitas lain terkurangi. Apabila itu terjadi, itulah tanda kehidupan tak sehat dan permainan video game harus segera dibatasi.

 

 


 


 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau