Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/05/2015, 07:19 WIB

KOMPAS.com — Gelombang panas yang menerjang India minggu ini telah membunuh sedikitnya 1.000 orang. Namun, jumlahnya diperkirakan lebih dari itu.

Jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit itu terjadi karena panas terik. Suhu dikabarkan mencapai 47 derajat celsius. Gelombang panas di wilayah selatan India itu telah memasuki hari keenam.

Meski demikian, menurut Dr Gulrez Shah Azhar, peneliti kesehatan masyarakat di Santa Monica, California, kematian terjadi bukan karena gelombang panas itu.

Gelombang panas menjadi sesuatu yang ganas bagi orang yang sebelumnya sudah memiliki gangguan kesehatan, misalnya penderita penyakit jantung atau dehidrasi.

"Ini karena gelombang panas akan melemahkan tubuh. Orang yang sebelumnya punya penyakit cenderung akan semakin lemah hingga berakibat fatal," kata Azhar.

Walau informasi jumlah korban resmi yang dikeluarkan Pemerintah India sudah 1.000 orang, Azhar meyakini bahwa jumlahnya lebih dari itu.

"Ini karena orang yang meninggal akibat gelombang panas tidak selalu disebabkan oleh heatstroke atau ruam panas. Banyak yang meninggal karena serangan jantung, gagal ginjal, dehidrasi, atau kondisi medis lainnya yang diperburuk oleh gelombang panas," paparnya.

Di kota Ahmedabab, India barat, tahun 2010, pemerintah setempat melaporkan adanya 50 korban jiwa akibat gelombang panas selama sepekan. Namun, studi tahun 2010 yang kemudian dilakukan Azhar dan timnya menemukan bahwa 1.344 orang meninggal pada pekan paling panas tersebut, dibandingkan periode udara yang lebih sejuk.

Sekitar dua pertiga dari kematian tersebut terjadi pada wanita. Namun, Azhar belum mengetahui apa penyebabnya.

Selain itu, Azhar menilai, kebanyakan korban tewas tidak terhitung dengan akurat karena Pemerintah India hanya berpegang pada sertifikat penyebab kematian. Padahal, tunawisma dan gelandangan sering kali tidak mendapatkan sertifikat kematian.

Adaptasi

Cuaca di India hampir selalu panas. Namun, korban meninggal akibat heatstroke tidak selalu ada. Ini karena tubuh bisa menjaga agar suhunya cukup rendah sehingga bisa berfungsi normal.

Di beberapa negara lain yang cuacanya sering panas dengan suhu yang hampir sama dengan India juga tidak mengakibatkan korban meninggal sebanyak itu. Jadi, apa penyebanya?

"Gaya hidup membuat kita lebih rentan pada panas," kata Azhar.

Orang India dahulu hanya tinggal di dalam rumah ketika cuaca sedang terik dan minum yoghurt dingin. Jika harus keluar rumah, mereka akan menutupi kepala dengan kain putih.

Tradisi orang yang tinggal di wilayah gurun, mereka membangun rumah dengan atap yang tinggi, insulasi dan jendela yang akan melindungi dari cahaya matahari. Namun, kini, menurut Azhar, banyak orang yang kehilangan kemampuan dalam hal cara mereka menghadapi gelombang panas.

"Banyak orang yang sekarang tinggal di gubuk bermaterial timah di kota-kota besar yang suhunya beberapa derajat lebih hangat," katanya.

Pasca-gelombang panas yang mematikan pada tahun 2010, Azhar dan timnya bekerja sama dengan pemerintah kota di Ahmedabad untuk membuat langkah pencegahan kematian akibat gelombang panas.

Intervensi sederhana, seperti mengirim pesan di ponsel untuk memperingatkan warga tentang cuaca panas, atau membuka tempat penampungan bagi gelandangan saat cuaca panas, bisa menurunkan angka kematian akibat gelombang panas.

"Pemerintah juga bisa menekan peristiwa jatuhnya korban dengan menghindari pemadaman listrik atau air, yang mati saat cuaca panas," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau