Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/07/2015, 11:51 WIB

KOMPAS.com — Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai produk pembalut yang mengandung klorin menimbulkan kekhawatiran di antara wanita, apalagi produk-produk tersebut cukup populer di masyarakat.

Penggunaan zat kimia dalam produk pembalut wanita, tampon, dan juga popok bayi sejak lama telah jadi perhatian. Karena alasan itu pula, sebagian wanita lebih memilih produk pembalut organik dan ada pula yang memutuskan memakai produk pembalut yang bisa dicuci dan dipakai ulang.

Menurut penelitian, sebenarnya zat kimia yang dilarang penggunaannya dalam produk pembalut, tampon, hingga popok bayi sekali pakai adalah dioksin. Dioksin merupakan hasil sampingan dari klorin yang dipakai dalam produk kertas, termasuk pembalut.

Dalam usulan undang-undang The Tampon Safety and Research Act of 1999 di Amerika Serikat, disebutkan bahwa efek dari dioksin bersifat kumulatif dan zat kimia ini akan tinggal di dalam tubuh sampai 20 tahun setelah paparan. Sayangnya, usulan tersebut gagal disahkan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokkan dioksin dalam salah satu dari dirty dozen atau daftar zat kimia berbahaya yang dikenal sebagai polutan organik yang persisten. Dioksin juga diketahui bersifat karsinogen (memicu kanker).

The Environmental Protection Agency (EPA) juga meneliti bahaya dioksin dan menyatakan bahwa bahaya terbesar dioksin berasal dari makanan, bukan dari pembalut.

Penelitian yang dipublikasikan oleh EPA tahun 2002 menyatakan bahwa paparan dioksin dari produk pembalut atau popok sekali pakai tidak berkontribusi secara siginifikan.

Produk kimia lainnya yang cukup dekat dengan dioksin adalah furan. Produk ini juga ditemukan dalam produk pemutih kertas, termasuk pembalut dan popok.

Penelitian yang dimuat dalam Textile Research Journal tahun 2007 menunjukkan, ekstrak zat kimia ini ditemukan dalam produk pembalut dan tampon di seluruh dunia. Walau kadarnya bervariasi, octachlorinated dioxin (OCDD), hexachlorodibenzofuran (HxCDF), dan octa-chlorodibenzofuran (OCDF) terdeteksi. Padahal, semua zat kimia tersebut dilarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau