Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 26/08/2015, 15:18 WIB
EditorLusia Kus Anna
JAKARTA, KOMPAS — Selama setahun pertama pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, negara harus menyuntikkan Rp 6 triliun untuk menutup defisit anggaran yang terjadi. Jika pengelolaan jaminan tak dibenahi, negara harus mengeluarkan Rp 20 triliun untuk menyehatkan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan pada 2020.

Defisit yang terjadi membuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai sistem asuransi tidak sehat. Salah satu solusi memperbaiki keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah menaikkan iuran peserta.

"Sebelum menaikkan iuran, harus ada pembenahan sistem lebih dulu, seperti memperbaiki komitmen pembayaran (peserta mandiri), ada waktu tunggu (aktivasi kartu kepesertaan), dan semua pasien berobat melalui puskesmas dahulu," kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (25/8).

Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) di sejumlah daerah menunjukkan, 30 persen peserta mandiri tak membayar iuran sebagaimana mestinya. Peserta banyak yang mendaftar saat sakit, tetapi berhenti membayar iuran saat sudah sembuh.

Kepala Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial LPEM FEB UI Teguh Dartanto mengatakan, peserta terbanyak yang tak membayar iuran setelah sembuh berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Masyarakat Padang dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat, termotivasi membayar iuran tepat waktu saat diterapkan denda 2 persen jika terlambat membayar.

"Menaikkan tarif akan membuat peserta makin enggan membayar iuran JKN," kata Teguh.

Sementara itu, masyarakat Indonesia timur, seperti di Sulawesi Utara dan Maluku Utara, cenderung tak memanfaatkan JKN karena letak rumah sakit atau puskesmas jauh dari rumah.

Rujukan tak jalan

Bambang mengakui, aturan pengobatan berjenjang sebenarnya sudah ada. Namun, penerapannya di lapangan tak sesuai harapan. Masyarakat cenderung langsung berobat ke rumah sakit atau asal minta surat rujukan ke puskesmas agar bisa langsung ke rumah sakit. "Itu menyebabkan biaya klaim terlalu tinggi hingga defisit Rp 6 triliun," ujarnya.

Teguh menambahkan, pola peserta mendaftar saat sakit dan berhenti membayar iuran saat sembuh juga mendorong besarnya rasio klaim JKN. Jika berbagai persoalan yang memicu defisit itu tak dibenahi, LPEM memprediksi negara harus menggelontorkan Rp 20 triliun untuk membantu keuangan BPJS Kesehatan tahun 2020.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+